Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Sambal sebagai Pemersatu Kita

Bus/M-2
24/4/2021 06:05
Sambal sebagai Pemersatu Kita
Buku Selama Ada Sambal: Hidup akan Baik-baik Saja.(Dok.MI)

BAGI penulis Nuran Wibisono, makanan ialah medium paling kompromis yang dapat mendamaikan bangsa ini, pascaontran-ontran (kehebohan) apa pun. Itulah mengapa untuk buku ketiganya ini ia beri judul Selama Ada Sambal: Hidup akan Baik-baik Saja.

Buku Selama Ada Sambal ini berisi kumpulan tulisan kulinernya sejak 2014 yang awalnya hanya ia tulis lepas untuk blog pribadinya dan di beberapa media indie yang dikelola rekan-rekan sejawatnya.

Dalam bedah buku baru karyanya yang diadakan Penerbit Buku Mojok bekerja sama dengan Jalankaji.net, Sabtu (17/4), Nuran mengulas beberapa tulisan kuliner di buku barunya itu, yang bagi sebagian orang tampak sangat serius. Salah satunya ialah artikel yang menjadi judul buku anyarnya.

"Judul buku ini aku ambil dari salah satu artikelku di Tirto, tapi aku ubah dikit. Jadi, waktu itu aku nulis di 2014, ada pemilu presiden dan, biasalah, ada ribut-ribut, terus aku mikir, 'Kalau kayak gini terus, bisa ribet nih, keluarga berantem sama keluarga, temen berantem sama temen'. Yang bisa nyatuin, ya, makanan, utamanya sambal. Aku pikir, ya, udahlah, selama ada sambal, hidup itu bakal baik-baik aja," papar Nuran.

Kok bisa? Ya, sebab, bagi Nuran, makan (dengan) sambal, apalagi sambal terasi, bisa minta membuatnya lupa segala perkara, termasuk pertikaian soal politik.

Membaca tulisan Nuran dapat membuat air liur menitik. Deskripsinya sederhana, tidak dengan kata berbunga-bunga. Menjadi lebih menarik karena ia memasukkan pengalaman personal, seperti percakapannya dengan sang ayah yang kini telah almarhum tentang membuat sambal.

Nuansa serupa juga ada pada tulisan Merayakan Kecap Manis sebagai Permata Kuliner Indonesia. Dalam artikel itu, Nuran piawai merangkai data tentang asal usul kecap, lengkap dengan literatur dan perspektif pribadinya.

"Kecap memang identik dengan Jawa. Di Minang, nyaris nihil hidangan yang dimasak dengan kecap. Menariknya, kecap kemudian jadi pendobrak batas primordialisme, mengikis kesukuan. Di atas meja dengan hidangan Minang itu, ada sebotol kecap manis di sana. Semacam bukti bahwa kecap manis bisa dinikmati oleh siapa pun."

Lebih lanjut, Nuran mengatakan ada tiga tulisan dalam buku barunya itu yang ia anggap spesial. Salah satunya ialah Mamak dan Semangkuk Soto Banjar. Dalam tulisan ini, ia bercerita kisah ibunya yang baru bangkit dari masa-masa sedih setelah ayah Nuran meninggal yang kemudian disambungkannya dengan kerinduan akan kelezatan cita rasa soto banjar buatan sang ibu.

Dua tulisan lainnya ialah Sekaleng Cola di Pyongyang yang menyoal kunjungannya ke restoran Korea Utara di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada medio 2016 dan ulasannya tentang sebuah restoran chinese food di kawasan London, yang didapuk sebagai restoran terkasar di kota itu.

Ulasan-ulasan kuliner Nuran dalan buku yang terbit pada Maret lalu ini sukses membuat pembacanya berimajinasi. Karena itu, membaca buku ini tak disarankan jika Anda sedang berpuasa. (Bus/M-2)

 

Judul

Selama Ada Sambal:

Hidup akan Baik-baik Saja

 

Nuran Wibisono

 

Penerbit Buku Mojok

Maret 2021

ISBN 978-623-7284-51-2

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya