Headline

Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.

Jejak Semangat Berkomunitas Usmar Ismail

Fathurrozak
30/3/2021 13:35
Jejak Semangat Berkomunitas Usmar Ismail
Bapak Perfilman Nasional, Usmar Ismail(Dok. Museum Penerangan)

Setiap tanggal 30 Maret dirayakan sebagai Hari Film Nasional. Peringatan itu merujuk pada syuting hari perdana film Usmar Ismail, Darah dan Doa.

Selain 30 Maret, selama sebulan ini biasanya para pencinta sinema juga kerap merayakannya dengan sebutan bulan film nasional. Tahun ini lebih istimewa karena sekaligus menandai seabad kelahiran bapak perfilman Indonesia, Usmar Ismail.

Usmar, bersama Perfini (Pusat Perfilman Nasional Indonesia) kemudian menjadi perusahaan film yang cukup menonjol, dibanding misalnya dengan beberapa masih sedikitnya perusahaan film yang ada saat itu, seperti PFN (Produksi Film Negara), yang kala itu lebih banyak memproduksi dokumenter, dan menjadikan film sebagai produk propaganda, layaknya Jepang dengan lembaga kebudayaannya saat itu.

Persari, bentukan Djamaluddin Malik yang kelak menjadi duet Usmar, memang juga menonjol, tetapi secara pendekatannya memang sudah komersial sejak mula.

Justru bersama Perfini lah, Usmar meneruskan semangat berkomunitasnya, yang kemudian juga melahirkan nama-nama seperti D. Djajakusuma dan Nya Abbas Akup.

“Usmar dari awal riwayat hidupnya, dia memang orang yang sangat bersandar dengan komunitas. Senang mengumpulkan orang dan mengajak orang lain untuk ikut seperti dirinya. Bahkan, ketika di SMP di Bukittinggi, dia sudah menyutradarai karnaval untuk menyambut Ratu Wilhelmina, kala itu,” kata Kepala Sinematek Indonesia Akhlis Suryapati, dalam bincang virtual Jalur Perfini, di kanal Youtube Rumata Art Space, Minggu, (28/3).

Menurut Akhlis, semangat berkomunitas Usmar itu lalu berlanjut saat dirinya di Yogyakarta mendirikan teater, hingga akhirnya dia terjun ke perfilman.

“Ketika dia punya kesempatan mendirikan yayasan, dia cari sponsor dari bank dan sebagainya, dia mulai berkarya. Dan tentu saja karena awalnya dimulai dari sekumpulan orang, komunitas, dia selalu mengajak orang untuk berkarya bersama. Ketika Darah dan Doa, hampir sebagian besar bukan orang film. Bukan kru yang sudah punya nama. Dia kumpulkan dan mendorong komunitasnya untuk turut membuat film itu. Sehingga akhirnya memang sejarah yang menguji, siapa yang sangat berminat di film dan bisa memanfaatkan jalur Perfini. Banyak sekali yang direkrut oleh Usmar bukan semata untuk membuat film, dia memang menyenangi berkomunitas,” terang Akhlis.

Sementara itu, sebelumnya sineas Yosep Anggi Noen membayangkan, Perfini justru adalah bentuk sinema perjuangan. Sehingga, ia sempat merasa cukup keberatan dengan istilah Perfini.

“Seolah label perusahaan satu-satunya dan menjadi megah di antara semua geliat produksi apapun pascakemerdekaan. Tapi saya senang, ternyata semangatnya adalah komunitas seperti yang dilakukan teman-teman pascareformasi,” kata Anggi.

Menurut Anggi, yang memulai belajar film pada era 2000-an, pasca orde baru, komunitas memegang peranan penting untuk mengawali suatu ekosistem. “Yang kalau ditarik lagi, menjadi industri,” katanya.

“Di Yogyakarta, itu sudah banyak perusahaan film. Bukan komunitas lagi.  Komunitas sekarang lebih ke penontonnya, atau pemutarannya. Sementara pembuat film, membentuk PT-PT kecil untuk kepentingan bertahan, atau masuk industri yang lebih besar.”

Anggi pun lalu merujuk frasa Jalur Perfini sebagai pertanyaan, apakah Usmar yang memengaruhi orang-orang yang berada di komunitas tersebut, atau justru Usmar berkembang bersama, dengan nuansa yang dipengaruhi oleh orang-orang yang berada di sekitarnya.

Sineas Feranda Monica Aries pun sepakat dengan pandangan Anggi yang melihat situasi saat ini komunitas dalam perfilman yang terbentuk adalah lebih pada tahap apresiasi, seperti penonton maupun penyelenggara pemutaran.

“Cuma kalau bisa dibilang, generasi saya yang mengenal Usmar melalui sejarah atau oleh dosen, apa yang teman-teman dan saya lakukan sekarang tidak beda jauh dengan awal-awal Usmar membuka industri film. Spirit membentuk Perfini itu seperti memberi sinyal untuk beberapa puluh tahun ke depan, ke orang-orang di daerah seperti di Makassar misalnya. Eh ada lo, perusahaan film yang dibentuk oleh segelintir orang dan jadi yang pertama,” terang Fera. (M-2) 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irana Shalindra
Berita Lainnya