Headline

AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.

Fokus

Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.

Belasan Tahun untuk Satu Karya

Zuq/M-1
18/10/2020 03:25
Belasan Tahun untuk Satu Karya
Gregori Garnadi Hambali(MI/M IRFAN)

DENGAN harga tanaman hasil persilangannya yang menembus harga ratusan juta, banyak orang mungkin menilai profesi Greg Hambali amat menggiurkan. Nyatanya usaha dan waktu yang harus dijalani pria yang mendapat gelar master dari Universitas Birmingham, Inggris, ini tidaklah mudah.

Contohnya, Greg harus membutuhkan waktu hingga 12 tahun untuk melahirkan salak mawar. Salak yang juga menjadi salah satu karya terbesarnya itu dari hasil perkawinan antara pondoh dan sidempuan. Turunannya menghasilkan sidempuan-pondoh atau sidempon. Sidempon lalu ia silangkan kembali dengan salak gula pasir. Hingga menghasilkan salak mawar yang punya karakter renyah, wangi, dan berdaging tebal. Rasa manis berasal dari induk pondoh dan gula pasir, sedangkan sifat berair diwariskan sidempuan.

“Itu salak enggak ada yang lain, enggak ada yang jual. Hanya ada di sini,” ujar pria yang meraih gelar sarjana di Institut Pertanian Bogor ini. Greg bercerita salak mawar itu juga disilangkan dengan beberapa varietas salak lain, termasuk salak bali. “Saya pernah waktu ambil salak yang kurang duri di Bali, namanya salak nyoh,” ungkap Greg yang mempunyai kebun salak seluas 1,5 hektare.

Selain salak itu, Greg juga mendapat salak pade dari Bali. “Termasuk dapat salak pade, salak pade itu salak pendek. Pade itu artinya sama. Maksud­nya daunnya hampir sama semua, pendek semua. Salak pade itu milik Pak Ketut Karya. Rasanya mirip seperti salak bali biasa,” tambahnya.

Menurut Greg, saat ini salak pade sudah enak, tetapi menurut pemilik, masih harus disempurnakan karena masih ada rasa sepet. Jadilah Greg yang diminta untuk menyilangkan agar lebih enak.

Greg mendapat material salak bali pada 1986, meski demikian ia masih sering bolak-balik ke sana. Ia mengaku butuh waktu hingga 12 tahun untuk menyi­langkan tanaman tersebut. Salak itu lalu disilangkan dengan salak mawar yang bersifat punya karakter gula pasir.

“Jadi generasi kedua. Usia 3-4 tahun kan sudah berbunga. Kemudian, dikawinkan dengan salak mawar. Sesudah itu sekitar 4 tahun lagi, kita kawinkan dengan antarsesamanya, saudara dengan saudara. Keluarlah yang (salak) pendek. Ditambah 4 tahun lagi, keluar buahnya, sebagian ada yang sama sekali tidak sepet seperti salak gula pasir,” sambungnya.

Dalam proses penyilangan tanaman, Greg mengaku tidak tergesa dalam riset. Yang pasti ia paham, riset harus terprogram serta ada perhitungan yang matang terkait dengan material, tenaga, maupun hal lain.

“Riset butuh waktu. Ngapain kita cepat-cepat, masih banyak yang lain yang marketable (laku). Jadi kita harus lihat ke sana,” ujar Greg.

Selain salak dan aglaonema, Greg juga menyilangkan jenis tanaman lain. Ia tidak harus berhasil dalam setiap penyilangan, yang penting upaya harus dilakukan untuk memuaskan rasa penasaran. Ia mencontohkan beberapa penyilangan seperti aren ataupun kelapa.

“Arenga pinnata disilangkan dengan Arenga obtusifolia, tapi sebelum sempat diperiksa, buah arennya sudah ditebas untuk dibikin caruluk kolang-kaling. Jadi saya tidak ikuti. Saya juga pernah silangkan kelapa biasa dengan kelapa kopyor, tapi juga tidak ada tindak lanjutnya. Yang jelas saya selalu ingin tahu,” tuturnya.

Greg memilih jalan sebagai seorang perintis. Oleh karenanya, ia memfokuskan diri pada bidang yang belum banyak dilirik orang. “Kemudian, saya lihat peluang yang mana yang belum banyak digarap orang. Jadi kita bisa jadi perintisnya. Perintis pasti banyak kendala, tapi juga bisa menemukan jalan menuju ke arah peta harta karun,” pungkasnya. (Zuq/M-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik