Headline

Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.

Fokus

Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.

Sengkarut Bahasa

Farhatun Nurfitriani Staf Bahasa Media Indonesia
28/6/2020 05:15
Sengkarut Bahasa
(Dok. Pribadi)

BAHASA gaul memang tak ada habisnya. Biasanya penciptanya para kawula muda. Mediumnya media sosial tentunya. Bahasa gaul merupakan bukti kekreatifan dan keeksistensian mereka. Namun, sering kali bahasanya sukar dimengerti si penerima.

Pernah suatu ketika saya menjelajah Twitter dan melihat sebuah unggahan video dari akun @ Official_MNCTV yang berisi cuplikan animasi Upin & Ipin. Cuplikan itu menayangkan adegan ketika Mail mengatakan bahwa surga berada di bawah telapak kaki ibu. Lalu, Upin yang yatim piatu bertanya bagaimana jika tidak punya ibu. Pertanyaan tersebut pun dijawab santai oleh Fizi bahwa jika tidak ada ibu, tidak akan ada surga.

Celetukan Fizi yang menyakitkan Upin-Ipin lantas membuat video itu trending dan menuai banyak respons dari warganet. Respons yang paling dominan dilontarkan ialah kata akhlakless, seperti yang ditulis akun @eternitaev, ‘Fizi akhlakless banget heh’.

Kata akhlakless sepertinya tidak asing bagi para remaja pengguna media sosial karena kata itu sudah cukup lama wira-wiri. Akan tetapi, sebagian dari kita tentu ada yang tak mengerti arti kata tersebut.

Kata akhlakless ialah gabungan dari kata akhlak dan less yang berarti tidak ada akhlak. Warganet kerap menggunakan kata tersebut untuk menggambarkan seseorang yang berakhlak buruk.

Uniknya, kata akhlakless ternyata memiliki antonim, yaitu akhlakmore. Contohnya bisa kita lihat dalam unggahan yang ditulis akun @hnjisungh, ‘Gue ganteng, penyayang, sopan, akhlakmore’.

Sama halnya dengan akhlakless, akhlakmore pun merupakan gabungan dari kata akhlak yang berasal dari bahasa Indonesia dan more yang berasal dari bahasa Inggris. Jika akhlakless menggambarkan seseorang yang tidak memiliki akhlak, sebaliknya akhlakmore menggambarkan orang yang berakhlak baik.

Kasus lain yang serupa dengan kasus tersebut ialah kata sefruit. Misalnya, seperti unggahan yang ditulis akun @Dawamali, ‘Apakah tidur di kelas seharian bisa disebut sefruit prestasi’. Kata sefruit terdiri atas se- dan kata fruit dari bahasa Inggris yang berarti buah. Jadi, kata sefruit berarti sebuah.

Kosakata bahasa gaul yang berkembang akhir-akhir ini acap kali tidak beraturan. Mereka seenaknya menggabungkan bahasa Indonesia dengan bahasa asing.

Kondisi berbahasa campur-campur tersebut tentu tidak sesuai dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) karena kata less, more, dan fruit tidak ada di dalam bahasa Indonesia.

Akan tetapi, gejala-gejala tersebut pun lahir bukan tanpa sebab. Gejala-gejala itu merupakan bentuk keinginan generasi muda untuk memiliki identitas berbeda dengan lainnya. Selain itu, mereka juga cenderung ikut-ikutan tren bahasa yang sedang berlangsung dan tak ingin disebut kudet (kurang update).

Memang gejala itu bukanlah hal yang mengkhawatirkan selagi penuturnya tahu tempat untuk memakainya. Namun, sebagai generasi penerus bangsa, kita bertugas untuk melestarikan dan menjaga penggunaan bahasa Indonesia dengan tetap menggunakannya.

Sudah sepatutnya kita menumbuhkan kesadaran yang tinggi untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Kesadaran tersebut harus kita tanam mulai dari diri kita. Untuk itu, utamakanlah identitas bangsa kita, bahasa Indonesia.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya