Headline
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
SEBANYAK 70 karya dipamerkan seniman Butet Kertaredjasa dan Widiyatno, dua sahabat lama yang kini memamerkan Goro-goro: Bhineka Keramik.
AKHIR 2017 lalu, setelah menampilkan karyanya dalam Goro-goro: Bhineka Keramik, di Galeri Nasional Indonesia, seniman kondang Tanah Air, Butet Kertaredjasa kini tampil kembali dengan karya visualnya melalui Pameran Lanskap Luar Dalam, di Galeri Tugu Kuntskring Paleis, Menteng, Jakarta.
Pameran yang dibuka pada 21 November dan akan berlangsung hingga 21 Desember mendatang itu, merupakan kolaborasi Butet bersama Kartunis, Widiyatno dengan memamerkan kurang lebih 70 karya.
Butet dan Wid, begitu sapaan akrab mereka, merupakan sahabat semenjak bersekolah di Sekolah Seni Rupa Indonesia (SSRI) sekarang Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) Yogyakarta. Seturut berjalannya waktu, Wid terus menekuni bidang seni rupa dan memutuskan tinggal sekaligus meniti karier di Jakarta, sedangkan Butet lebih banyak dikenal sebagai aktor teater dan tinggal di Yogyakarta.
Setia di seni rupa
Namun demikian, tanpa sepengetahuan banyak orang, Butet selama ini ternyata tidak pernah meninggalkan asal muasalnya di bidang seni rupa, bahkan kolaborasinya bersama Wid sudah berlangsung sejak kurang lebih 10 tahun lalu hingga hari ini, melalui strip komik Bung Sentil yang terbit di harian Media Indonesia.
Selama berkolaborasi pula, Butet biasanya yang menyusun cerita Bung Sentil sementara Widiyatno yang memvisualisasikannya. Tapi, dalam ‘Pameran Lanskap Luar Dalam’ kali ini, baik Butet maupun Wid sama-sama hendak menampilkan karya masing-masing, Butet fokus dengan ‘lanskap dalam’, sedangkan Wid berkutat dengan ‘lanskap luar’.
Suwarno Wisetrotomo ialah orang yang dipercaya sebagai kurator pameran tersebut, karena dianggap tahu persis bagaimana perjalanan mereka berdua.
“Paling jitu kalau menulis kami, tahu persis sejarahnya seperti apa dan dia bisa mengistilahkan pemandangan luar, pemandangan dalam itu apa. Artinya Wid melihat yang di luar, saya melihat apa yang di dalam. Sketsa dia (Wid) adalah visual yang ia lihat dengan mata, sedangkan visual saya adalah apa yang saya lihat dengan pikiran saya. Itulah luar, itulah dalam, sederhananya seperti itu,” tutur Butet, saat konferensi pers Pameran Lanskap Luar Dalam, di Hotel Santika Premiere Hayam Wuruk, Taman Sari, Senin (18/11).
Butet menjelaskan bahwa karya yang ia tampilkan merupakan karya yang dibuat berdasarkan renungan atas segala sesuatu yang ia rasakan dalam kurun waktu dua tahun belakangan. Sementara Wid, ia mengatakan bahwa sebagian besar karyanya ialah semua gambar yang memiliki rentang waktu sama dengan apa yang ia buat untuk Bung Sentil.
“Dulunya, saya ini kan bekerja di biro iklan, tahun 2007, lalu saya ditawari teman saya ini (Butet) untuk menggambar, ya saat itu jelas saya mau wong kerjaan saya menggambar. Jadi, rentang waktu karya yang akan saya tampilkan kali ini, kurang lebih juga sama dengan kelahiran Bung Sentil, yakni saat itu saya semakin intensif berkarya,” imbuh Widiyatno.
Pameran Lanskap Luar Dalam sendiri terbuka untuk umum. Dalam pameran ini, Butet dan Wid juga bekerja sama dengan Hotel Santika Premiere Hayam Wuruk, tempat mereka turut memberikan karya untuk hotel tersebut yang nantinya akan dilelang. Hasil lelang selanjutnya akan disumbangkan kepada mereka yang kurang beruntung atau hendak disalurkan lewat panti asuhan sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama.
Menyegarkan pikiran
Meski tak memiliki ilmu di bidang seni rupa atau lukisan, Menko Polhukam RI Mahfud MD mengaku selalu suka menikmati karya seni tersebut. Baginya lukisan selalu memiliki pesan yang menyegarkan hati dan juga pikiran. Hal tersebut ia katakan saat meresmikan pameran lukisan Butet Kartaredjasa dan Widiyatno bertajuk Lanskap Luar Dalam, Kamis (21/11).
Lebih lanjut, Mahfud lantas memberikan selamat kepada Butet, yang kala itu tengah merayakan ulang tahun ke-58. Ia juga berharap Butet selalu diberi kesehatan dan kesuksesan agar dapat melahirkan karya yang menyegarkan hati dan pikiran rakyat Indonesia.
Menurut Mahfud, Butet ialah salah satu sosok yang cocok untuk menjalankan upaya tersebut lantaran memiliki talenta yang luar biasa, baik di dunia komedi maupun seni rupa. Berbekal pengetahuannya, Butet dapat membuat lukisan yang luar biasa, layaknya lagu yang selalu mengandung misteri.
"Saya kemarin waktu meninggalnya Mas Djaduk, juga sempat mengutip syairnya Kahlil Gibran yang kemudian juga dinyanyikan menjadi lagu yang sangat terkenal. Judulnya Berikan Aku Seruling, berikan saya seruling dan mari kita bernyanyi bersama-sama. Ini meskipun bahasa Arab, tetapi penulisnya orang Kristen. Di dalam setiap lagu itu selalu ada cerita tentang kehidupan. Lagu apa pun, pesannya abadi, seperti lukisan," tutur Mahfud.
Sebelum meninggalkan lokasi pameran, Mahfud juga mengatakan bahwa dewasa ini masyarakat Indonesia sedang membutuhkan berbagai macam hiburan termasuk lukisan. Dalam suatu bangsa, masyarakat kadang kala memang bisa stres dengan kondisi sekitarnya dan oleh karena itu lah mereka butuh dihibur.
Menyoal hiburan, Mahfud sendiri mengaku pernah punya pengalaman bermain ketoprak bersama Butet. "Waktu itu saya memainkan Kartolo Mbalelo. Kalau bukan Mas Butet yang ajak, saya mungkin tidak mau. Sekali lagi selamat Mas Butet," tutur mantan Menhan di era kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid itu sambil tersenyum.
Sementara itu, pameran bertajuk Lanskap Luar Dalam rencananya hendak dibuka hingga 21 Desember mendatang dan terbuka untuk umum. Mahfud berharap masyarakat mengunjunginya agar dapat menyaksikan karya Butet dan Widiyatno. (M-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved