Headline

Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.

Fokus

Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.

Spirit Panteisme dalam BWCF 2019

Indriyani Astuti
08/11/2019 01:05
Spirit Panteisme dalam BWCF 2019
Dari kiri: Seno Jokosuyono, Imam Muhtahron, Oman Fahturahman, Acarya Lianhe, Murti Bunanta, Romo Muji Sutrisno, dan Toety Herati Ruseno( MI/Adi Maulana Ibrahim)

Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF) akan digelar kembali pada 21-23 November 2019 di Hotel Tentrem Yogyakarta, kawasan Candi serta Hotel Manohara Borobudur, dan Rumah Doa Bukit Rhema atau yang dikenal dengan nama Gereja Ayam, Magelang.

Di usianya yang sewindu ini, BWCF memperingati jejak keilmiahan karya-karya Zoetmulder, dengan tema Tuhan dan Alam (Membaca Ulang Panteisme – Tantrayana dalam Kakawin dan Manuskrip-manuskrip Kuno Nusantara).

Panteisme, tema yang sering diulas Romo Zoetmulder, ialah suatu paham filsafat dan teologi yang beranggapan bahwa Tuhan dan alam ialah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan. Menurut Romo Zoetmulder pemikiran yang ada pada manuskrip kakawin dan suluk Jawa kuno cenderung mengarah ke panteisme.

Romo Zoetmulder, bernama lengkap Petrus Josephus Zoetmulder, wafat saat berusia 89 di Yogyakarta, pada 1995. Beliau banyak mewariskan kertas kerja studi Jawa kuno dan naskah kakawin-kakawin (puisi) Jawa kuno, parwa atau prosa Jawa kuno, kidung dan tembang-tembang ke dalam bahasa latin. Seluruh peninggalan intelektualnya kini disimpan dan dirawat di perpustaan Artati yang dikelola Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Prof Dr Toety Heraty Noerhadi Roosseno, Penasehat BWCF, menuturkan hal yang menarik dalam acara ini ada pemutaran film memperingati sewindu mengenang Zoetmulder. Adapun tema "Tuhan dan Alam" diambil dari judul disertasinya Romo Zoetmulder.

"Kalau kita kembali ke panteisme, ada dalam religi tradisional dan sastra yang menampilkan unsur-unsur panteisme, juga dalam filsafat," ujarnya di Cemara 6 Galeri-Museum, Menteng, Jakarta, Kamis (7/11).

Menurut dia, Zoetmulder banyak membahas tentang sastra Jawa kuno terutama Serat Cethini.

Pada kesempatan yang sama, Prof Dr Mudji Sutrisno SJ menjelaskan bahwa ada tiga buku yang penting yang dikarang oleh Romo Zoetmulder. Salah satunya Manunggaling Kawula Gusti, ia menulis menurut pandangan Panteis. Buku lainnya ialah Kalangwan, Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang, dan Patheisme dan Monisme dalam Sastra Suluk Jawa.

Prof Mudji menuturkan generasi sekarang harus paham bahwa budaya kita sudah ada literasi yang dahsyat dalam manuskrip Jawa kuno. Tuhan yang dihayati oleh Romo Zoetmulder bukan Tuhan yang menciptakan dunia kemudian meninggalkannya, tapi Tuhan yang manunggal dengan dunia. Dunia terus-menerus tergantung pada Tuhan.

"Jasa penelitian beliau dan studinya menjadi fundamen dasar bagi siapapun yang ingin menekuni dan melakukan penelitian kuno. Dari karya-karyanya kita menjadi tahu bahwa masyarakat Jawa punya kemampuan literasi dalam religi," ucapnya.

Setelah meninggalnya Romo Zoetmulder, tuturnya, tidak ada lagi ahli yang memahami dan menghayati manuskrip Jawa kuno. Padahal jika Indonesia ingin kuat dalam kebudayaan, maka penelitian dari karya-karya Romo Zoetmulder harus diteruskan.

Acara Pembukaan BWCF akan diawali dengan penganugerahan gelar Sang Hyang Kamahayanikan Award kepada Prof. Dr. Achadiati Ikram, ibu bagi banyak para filolog Indonesia, atas dedikasinya melakukan inventarisasi, preservasi, katalogisasi, penelitian, dan publikasi manuskrip Nusantara.

Prof. Dr. Oman Fathurahman sebagai Penasehat BWCF menuturkan filologi adalah ilmu yang bisa menggali kata per kata berdasarkan manuskrip-manuskrip sebagai sumber primer.

Kurator BWCF Seno Joko Suyono dan Dr. Murti Bunanta

Master Lian Fei  dari True Buddha Foundation sebagai mitra BWCF 2019 menambahkan ada upacara yang ditampilkan pada puncak BWCF 2019. Ia menjelaskan ada satu ritual yang sangat dikenal yakni Apihoma, mempersembahkan sesuatu lewat media api misalnya bunga, dupa, hasil bumi.

Panitia BWCF Imam Muhtarom mengatakan pada penyelenggaraan kali ini mengundang berbagai pakar untuk mengupas Panteisme dan Tantrayana di Nusantara, mulai dari Prof. Dr. Wilem Van Der Molen dari Universitas Leiden, Belanda, Prof. Dr. Toru Aoyoma dari Tokyo University of Foreign Studies, Prof. Peter Worsley dari The University of Sidney, Australia, Prof. Dr. Abdul Kadir Riyadi dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, Dr. Tommy Christomy dari Universitas Indonesia, Dr. Lydia Kieven Friedrich-Wilhelm dari Universitat Bonn, Jerman, Hadi Sidomulyo, dan lain-lain.

Selain itu selama dua malam akan diselenggarakan pentas puisi, monolog, tari & teater di Rumah Doa Bukit Rhema (Gereja Ayam) dan area terbuka (outdoor) Candi Borobudur dengan kuratorial bertema: Kali Yuga. Mereka yang akan tampil di Gereja Ayam karya kolaborasi Jefriandi Usman bersama Otto Sidharta, Omar Jusma, Isdaryanto, Yudhi Widdyantoro, dll, karya Cok Sawitri, Jamaluddin Latif, diawali Senja Sastra dengan Kedung Darma Romansha dan Sruti Ayako Nischala (Jepang).

Sementara itu, di area terbuka Candi Borobudur akan tampil Fitri Setyaningsih, Suprapto Suryodarmo bersama Sitras Tutup Ngisor, Misbach Bilock dan Kelompok Lahere, serta pembacaan puisi oleh  D. Zamawi Imran. Puncak acara Pembukaan ialah Pidato Kebudayaan oleh Filolog Dr. Andrea Acri dari Ecole Pratique des Hautes Etudes, Perancis mengenai Tantrayana di Jawa Kuno. (M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irana Shalindra
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik