Headline

RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian

Fokus

Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.

Festival Musik dan Perang Melawan Plastik

Adiyanto
01/9/2019 18:30
Festival Musik dan Perang Melawan Plastik
Orang-orang menghadiri Festival Glastonbury di Inggris(AFP)

DI penghujung 60-an, festival musik Woodstock yang legendaris dipentaskan di Negara Bagian New York, Amerika Serikat. Acara yang antara lain diisi Jimi Hendrix, Janis Joplin, dan Joe Cocker itu telah menjadikan pentas musik sebagai gerakan budaya tandingan. Dia menjadi semacam mimbar perlawanan terhadap kebijakan militer, senjata nuklir, dan perusakan lingkungan.

Kini, setengah abad kemudian, Festival Glastonbury di Inggris menjadi salah satu yang terbesar di dunia. Logo kampanye untuk perlucutan nuklir dan Greenpeace, sebuah organisasi nirlaba di bidang lingkungan, masih menghiasi berbagai panggung yang disediakan.

Baca juga: Yura Yunita Buka Konser Westlife di Borobudur

Namun, ironisnya, dalam beberapa tahun terakhir, foto-foto seusai festival lah yang menjadi berita utama di berbagai media. Gunungan sampah plastik dan ribuan tenda kosong tampak mengotori padang rumput dan dikhawatirkan telah merusak lingkungan. Pemandangan serupa juga terlihat di banyak festival lainnya.

Investigasi BBC seperti dicuplik World Economic Forum, tentang dampak festival musik terhadap lingkungan mengungkapkan, pengurangan limbah kini menjadi tantangan utama bagi penyelenggara festival.

Data di Inggris menyebutkan sekitar 23.500 ton limbah yang diproduksi oleh festival musik setiap tahun setara dengan bobot 78 pesawat Boeing 747 yang terisi penuh. Penelitian menunjukkan bahwa festival besar di AS, seperti Coachella, Stagecoac, dan Desert Trip, menghasilkan sekitar 100 ton limbah padat setiap hari penyelenggaraan itu berlangsung.

Kabar baiknya, kini para penyelenggara festival musik di seluruh dunia sedang berupaya mengatasi hal ini. Penyelenggara Festival Roskilde di Denmark, misalnya, mengubah cara penyajian minuman untuk mengurangi jumlah plastik.

Sebagian di antara pengunjung festival ada yang menjual gelas plastik yang dapat digunakan kembali untuk diisi ulang. Panitia juga menyediakan gelas atau botol dengan uang sewa jaminan. Di akhir festival, pengunjung dapat mengembalikan gelas atau botol-botol tadi. Sejauh ini, tingkat pengembaliannya sekitar 92%.

Di Glastonbury Festival tahun ini, panitia melarang penjualan botol air plastik. Sekadar gambaran, lebih dari satu juta botol air terjual di festival musik ini pada 2017, sehingga penghematan sampah plastik sangat signifikan. Tidak ada larangan bagi pengunjung festival yang membawa botol air plastik ke lokasi tetapi mereka dianjurkan untuk membawa wadah isi ulang sebagai gantinya. Air minum gratis disediakan di ratusan keran di seluruh lokasi festival dan juga di semua bar di sekitar arena.

Asosiasi Festival Independen di Inggris kini juga elah meluncurkan kampanye menentang tenda sekali pakai. Penyelenggara festival menargetkan para pedagang yang menjual 'tenda festival' sebagai barang sekali pakai. Mereka mendorong siapa pun yang datang ke festival untuk membeli tenda yang kokoh dan dapat digunakan kembali dan memastikan mereka membawanya pulang.

Asosiasi Festival Independen itu memerkirakan 250.000 tenda ditinggalkan di lokasi festival di negara itu setiap tahunnya. Banyak orang meninggalkan tenda sekali pakai itu karena kepercayaan yang keliru bahwa benda-benda tersebut dapat didaur ulang atau disumbangkan ke badan amal. Faktanya, sebagian besar dari tenda itu tidak mungkin untuk didaur ulang dan berakhir di tempat sampah.

Kekhawatiran inilah yang mendorong lahirnya gerakan penggunaan daur ulang atau yang lazim disebut Loop. Loop adalah model konsumsi baru yang revolusioner yang menghasilkan limbah nol dengan menggunakan kemasan tahan lama yang dikumpulkan, dibersihkan, diisi ulang, atau digunakan kembali.

Baca juga: Unik, Hotel Ini Berbentuk Anjing

Dalam Forum Ekonomi Dunia di Davos, beberapa waktu lalu, CEO TerraCycle, Tom Szaky menuturkan, Loop bertujuan menghilangkan polusi plastik dengan memperkenalkan cara baru bagi konsumen untuk membeli, menikmati, dan mendaur ulang produk favorit mereka.

Pada Mei 2019, Loop telah meluncurkan pilot project yang sukses di Paris, New York, New Jersey, dan Pennsylvania. Proyek percontohan ini juga akan dilakukan di London, San Francisco, Tokyo, dan Toronto.(OL-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Astri Novaria
Berita Lainnya