Headline
Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.
Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.
SEJAK 1 Mei 2019, Indonesia menduduki kursi Presidensi Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Jabatan ini merupakan pertama kali diemban Indonesia, setelah untuk kali keempat menjadi anggota tidak tetap DK PBB periode Januari 2019-2020.
Sejumlah isu keamanan dan perdamaian akan langsung menjadi sorotan Indonesia untuk mewujudkan perdamaian dunia. Apa saja agenda yang akan dikampanyekan Indonesia di jabatan bergengsi tersebut? Simak petikan wawancara eksklusif Media Indonesia dengan Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, di kantornya, Jumat (3/5) sore.
Sejak 1 Januari 2019, Indonesia masuk menjadi anggota tidak tetap DK PBB dan selama sebulan ini, mulai 1 Mei, kita menjabat sebagai Ketua atau Presiden DK-PBB. Sebenarnya bagaimana peran jabatan presiden?
Jadi selain achievement, juga ada responsibility yang harus ditunaikan dengan baik. Selama kita berada di DK PBB, harus juga bisa menunjukkan leadership kita untuk mencoba berkontribusi dalam penyelesaian dunia, dengan ciri khas diplomasi politik luar negeri Indonesia yang selalu mengedepankan upaya sebagai bridge builder, kita juga mengedepankan imbauan untuk menyelesaikan semua konflik dan perbedaan melalui negosiasi, bukan dengan kekuatan. Kita juga pihak yang secara konsisten menghormati prinsip-prinsip hubungan internasional, kita juga terkenal sebagai negara yang berusaha memberikan kontribusi. Jadi, kita ingin menjadi bagian sebagai penyelesai masalah dan bukan bagian dari masalah itu sendiri.
Ketika kita menjadi anggota tidak tetap DK PBB ada masa kita menjadi presiden dari DK PBB. Mei ini untuk pertama kalinya Indonesia memegang presidensi. Jadi, selama sebulan penuh kita akan duduk di kursi presiden DK PBB yang berarti tangung jawab kita akan lebih besar lagi. Jadi, kalau ada masalah-masalah, peran dari Presiden DK PBB sangat memengaruhi, tentunya komunikasi dan konsultasi dilakukan tentunya tidak hanya dengan anggota dewan keamanan, tapi juga dengan anggota PBB yang lainnya.
Penentuan ketua DK PBB sesuai abjad dengan masa jabatan selama 1 bulan. Dalam jangka sebulan tersebut, tema apa saja yang akan dibawa Indonesia untuk mempromosikan perdamaian dunia?
Kita ambil tema Investing in peace, menanam investasi untuk perdamaian. Bicara investasi, baru akan terlihat kalau sudah lama sehingga investing in peace ini tidak hanya dilakukan Indonesia pada saat presidensi Indonesia. Kita banyak sekali berkontribusi, misalnya membantu proses perdamaian di Afghanistan, menyelesaikan isu di Rakhine State dan Palestina. Semua orang tahu Palestina ialah isu yang sangat sulit, sangat complicated, semakin hari tantangannya semakin besar, tapi Indonesia konsisten terus bersama Palestina dalam memperjuangkan hak-haknya.
Kemudian, pada 7 Mei akan ada open debate mengenai masalah peace keeping operation (PKO). Kita mengambil subjudul mengenai masalah keamanan dan kapasitas PKO. Sebelum PKO itu menjalankan perannya memelihara perdamaian dunia, ada beberapa elemen yang harus diperhatikan. Misalnya, keamanan, keselamatan, kemudian kapasitasnya dari waktu ke waktu harus di-empower termasuk partisipasi perempuan.
Kita ialah kontributor ke-8 terbesar di antara 124 negara, tetapi persentase perempuan dalam PKO masih sedikit. Padahal, di wilayah-wilayah konflik keberadaan peace keepers perempuan itu jumlahnya cukup besar karena yang menjadi korban biasanya perempuan dan anak-anak. Lalu, kita akan membawa isu Palestina di Arria Formula Meeting pada 9 Mei. Kenapa Palestina? Negara Indonesia berusaha berada di depan pada masalah yang menyangkut Palestina dan sangat diapresiasi dunia. Saat kita berkampanye untuk DK ini, teman-teman Palestina juga membantu. Mereka sudah membuktikan Indonesia ialah negara yang konsisten membantu perjuangan Palestina. Selama presidensi kita juga akan melakukan high level open debate yang kedua, yaitu mengenai protection of civilian and armed conflict. Bagaimana kita dapat memberi perlindungan bagi masyarakat sipil di wilayah-wilayah konflik.
Jadi, kalau ditarik garis itu akan menyambung semuanya. Saat kita bicara perdamaian, kita bicara bagaimana memberikan rasa nyaman bagi yang sedang konflik, keselamatan peace keepers plus masyarakat sipil sehinggal all and all kembali lagi ke investing in peace dan menciptakan ekosistem yang lebih baik bagi terciptanya perdamaian.
Terkait dengan jabatan presidensi ini, kemarin Wamenlu Amerika Serikat mendukung dan menunggu kiprah kita. Bagaimana dengan negara lain?
Kita ini negara yang bisa diterima semua orang karena konsisten sehingga tidak mudah ditekuk dan ditekan. Misalnya, dengan satu negara untuk satu isu. Saya bisa katakan, “Kamu tahukan posisi Indonesia akan seperti ini dan saya tahu posisi kamu, saya tidak bisa melakukan karena masalah prinsip.”
Dengan komunikasi yang baik mereka tahu kita bukan negara yang menciptakan masalah. Biasanya pada saat Indonesia bicara, diterima negara lain, it’s not easy.
Terkait dengan isu Palestina yang akan Indonesia angkat, tantanganya seperti apa?
Tantangannya besar sekali. Pertanyaannya, do you want to do something or you want to do nothing? Indonesia sudah memutuskan akan melakukan sesuatu walaupun jalannya panjang dan terjal. Bentuk bantuan dan dukungan yang kita berikan itu politis, misalnya penyelenggaraan Arria Formula Forum, dukungan-dukungan di dunia internasional, dan baru-baru ini saya baru pulang dari Asia Cooperation Dialogue (ACD) isinya 34 negara Asia. Di sana Palestina mengajukan diri menjadi anggota ACD dan Indonesia langsung mendukung. Dari ekonomi, kita memberikan zero tarif untuk beberapa produk Palestina, kemudian bantuan proyek desalinasi di Gaza, terus pemerintah saat ini sedang mendukung rencana pembangunan rumah sakit di Hebron. Jadi bantuan kita sangat bervariasi, banyak, dan konsisten.
Setelah menjadi anggota tidak tetap DK PBB, Indonesia juga mencalonkan diri sebagai Ketua Dewan HAM PBB periode 2020-2022. Progresnya sejauh mana? Apa yang akan dilakukan bila terwujud?
Jadi, sambil kita menjadi anggota DK PBB dan Mei ini kita memegang presidensi, tahun depan mungkin kita akan memegang presidensi lagi. Kita juga melakukan kampanye menjadi anggota Dewan HAM PBB. Jadi lobi akan kita lakukan terus sampai pemilihan pada Oktober tahun ini, jadi saya biasanya menggunakan kesempatan saat saya berada di New York untuk melakukan lobi untuk keanggotaan kita di Dewan HAM PBB.
Beberapa bulan ini DK PBB banyak mengeluarkan statement untuk penyelesaian konflik negara dengan kelompok bersenjata seperti di Yaman dan Mali. Di sisi lain, perkembangan penyelesaian juga belum terlihat signifikan. Apa yang akan diupayakan Indonesia?
Jadi, selain kehadiran para peace keepers kita yang tersebar di banyak negara, 8 misi, 7 di antaranya di Afrika dan 1 ada di Libanon, kita juga selalu mengedepankan soft power dalam artian dialog. Kita jangan pernah mengecilkan dialog dan jangan mengecilkan arti dari sebuah negosiasi karena suatu penyelesaian yang didasarkan pada dialog dan negosiasi biasanya akan lebih langgeng. Karena di dalam dialog dan negosiasi itu ada take and give, berbeda dengan penyelesaian dengan kekerasan militer, kalau dengan persenjataan kan tidak ada omongan, tiba-tiba sudah boom. Jadi, ada banyak pihak yang kepentingannya tidak akan tertampung.
Bagaimana pula agenda Indonesia di DK PBB terkait dengan semakin meningkatnya aksi penyerangan di rumah ibadah, isu mata-mata melalui perusahaan teknologi, dan desakan negara-negara Arab untuk adanya resolusi DK terkait pengakuan AS untuk kedaulatan Israel di Dataran Tinggi Golan?
Terorisme masih menjadi ancaman bagi semua negara di dunia. Dengan berkurangnya IS di Suriah bukan berarti berkurang, kita justru harus lebih waspada. Kenapa serang-serangan tersebut terjadi? Karena ada salah pemahaman.
Indonesia sangat aktif dalam kerja sama untuk perangi terorisme, kita bergabung dalam Global Forum Counter Terrorism, kita gunakan pendekatan soft power dalam artian kita bersama-sama dengan warga, misalnya bagaimana dengan orang-orang yang terindikasi terorisme kita dekatkan dengan pendekatan agama, budaya, dan masyarakat kita dekatkan. Jadi intinya ancaman itu ada dan sifatnya cross border, itu kejahatan-kejahatan sifatnya internasional perlu diadakan kerja sama dengan negara-negara lain. Misalnya, Christchurch, kita ambil sikap, ada warga negara kita jadi korban, saya yang pertama ucapkan dukacita dan jangan sampai ada kejadian serupa. Kita ingin bantu bila diperlukan untuk sampaikan dukacita.
Terkait dengan Golan, posisi kita jelas. Kita gampang, patokannya ialah aturan internasional seperti apa, norma yang sudah disepakati dan parameternya apa. Buat Indonesia mudah karena parameter yang sudah disepakati secara internasional harus taati, kalau ada yang tidak taat kita suarakan, ini ada pelanggaran tidak bisa dilakukan, posisi kita mudah dan jelas.
Apa tanggapan Anda tentang kritik peran PBB yang dianggap belum mampu berbuat banyak terhadap penciptaan perdamaian dunia?
Orang bisa katakan PBB belum berhasil, tapi bisa dibayangkan dunia ini akan jadi seperti apa kalau tidak ada PBB. Tidak mudah apa yang kita dengungkan, kenapa Indonesia mendukung multilateral karena dalam sistem multilateral setiap negara memiliki peran yang more and less untuk bentuk sebuah norma melalui mekanisme, itu tidak mudah dan perlu negosiasi, di PBB satu negara satu suara sehingga negara kecil didengarkan pendapatnya. Kalau tatanan multilateralisme hilang dan digantikan unilateralisme, yang dikhawatirkan Indonesia negara yang kuat yang menang. Lalu bagaimana negara-negara kecil? Indonesia masih dibutuhkan karena kita negara yang besar, penduduk besar, dengan ekonomi besar dan G20, tapi bagaimana dengan negara-negara kecil dengan pendekatan unilateralisme?
Bagaimana tanggapan Anda tentang reformasi PBB saat ini?
Prosesnya masih jalan, itu bukan hal mudah. Reformasinya PBB secara keseluruhan, proses ini tidak akan selesai dalam hitungan hari atau bulan. Proses ini ada beberapa konsepnya dan belum menyatu serta perlu efisiensi, yakni penghematan-penghematan yang bisa dilakukan UN juga perlu. Semua negara merasa perlu reformasi, tidak hanya Indonesia. Efisiensi seperti apa? Misalnya dari kesekretariatan. (M-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved