Headline

Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.

Fokus

Sejumlah negara berhasil capai kesepakatan baru

Sikat Gigi Terlahir Kembali

Fathurrozak
03/5/2019 13:09
Sikat Gigi Terlahir Kembali
Penyair Yudhistira Massardi meluncurkan antologi puisi Sikat Gigi.(MI/Fathurrozak)

Sajak Sikat Gigi karya Yudhistira ANM Massardi pada 1977 pernah ramai diperbincangkan. Pasalnya, puisi yang menang dalam ajang lomba Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) itu sejajar dengan karya milik para senior Sitor Situmorang, Abdul Hadi WM, dan Sutardji Calzoum Bahri, sementara Yudhistira saat itu dianggap anak baru di dunia sajak. Empat puluh lima tahun berlalu, Sikat Gigi kini dijadikan antologi dan diinterpretasikan menjadi lagu.

Kekuatan sajak Sikat Gigi saat itu dinilai sebagai upaya Yudhistira dalam mewujudkan yang puitis juga bisa lahir dari keseharian dan diksi yang digunakan tidak melulu sulit dimengerti. Puisi-puisi Yudhis kemudian juga disebut sebagai puisi mbeling, 'genre' puisi yang juga lekat dengan Remy Sylado. Puisi Yudhis juga terkesan absurd, sesuatu seperti yang kita kenal luas saat ini lewat sajak-sajak milik Joko Pinurbo.

Empat setengah dekade kemudian, ayah dari musisi Iga Massardi ini mengumpulkan karyanya dari empat koleksi puisi mini yang terbentang dari tahun 1974-1978. Kumpulan pertama, Hari-hariku, lalu Piala (1975-1976), Biarin (1974-1976), dan Omong Kosong (1977-1978). Antologi Sikat Gigi menjadi buku puisi keempat Yudhis yang disertai ilustrasi. "Sejak 2015 melalui 99 sajak, saya ajak ilustrator, seniman Tatang Bouqi untuk menafsir bebas tiap puisi. Ilustrasi itu juga mendapat hadiah terbaik dari Yayasan Puisi Indonesia tahun itu. Selanjutnya Perjalanan 63 Cinta, saya ingin setiap puisinya berisi gambar, karena perjalanan ini lebih berisi biografis, kover dari lukisan saya, isinya 63 sajak, dan karikatur yang dibuat sendiri. Ketiga, Luka Cinta Jakarta (2017), kolaborasi dengan seniman lukis di Bulungan untuk membuat ilustrasi puisi tentang Jakarta. Nah, saya ingin yang keempat ini, dari buku klasik, supaya bisa bicara dengan generasi baru, saya tantang teman-teman anak saya, dari komunitas Friday Art Design Session. Ketika ajukan ke penerbit, hanya terpilih lima ilustrasi yang boleh melengkapi 63 sajak yang ada di buku ini," ungkap Yudhistira di Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin, Taman Ismail Marzuki, Kamis, (2/5).

Dalam peluncuran antologi dari sekumpulan sajak lamanya ini, Yudhis juga mempersilakan para musisi untuk menafsirkannya ke dalam wujud lagu. Di antaranya, Vira Talisa yang memilih sajak Surat. Menurutnya, sajak ini memiliki semangat harapan.

"Saya terpaku pada satu puisi, sederhana, sangat indah, dan penuh harapan," terang Vira sebelum melantunkan Surat yang diiringi gitar akustik.

Iga, juga kebagian untuk menafsir salah satu sajak ayahnya, berjudul Biarin. Ia tampil bersama Sir Dandy dan Vincent Rompies, yang dilantunkan seperti gaya Sir Dandy biasanya dalam bernyanyi, bertutur.

Endah N' Resha pun menutup sesi interpretasi puisi menjadi lagu. Duo ini memilih sajak dari tahun 1975 berjudul Tak Mau. "Ini juga berarti menjadi gambaran suatu hari nanti, 45 tahun lagi kami tetep harus bikin karya, ini cita-cita semua seniman sih, dan om Yudhis menjadi salah satu contohnya," kata Endah. (M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irana Shalindra
Berita Lainnya