Headline

Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan

Fokus

Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah

Cara Perupa Merespons Kondisi Alam

Fathurrozak
01/4/2019 18:15
Cara Perupa Merespons Kondisi Alam
Para seniman melukis dalam Earth Hour(MI/Fathurrozak)

Saat cahaya mulai redup perlahan dan ruangan menjadi temaram, tangan-tangan pemegang kuas itu mulai mendempul kanvasnya dengan coretan. Tidak kurang dari 60 menit, potret rupa alam terbentang, ada yang terkesan suram, namun juga menyimpan harapan.

Nuansa gelap memenuhi kanvas putih. Namun, di tengah bidang itu, ada obyek serupa jendela yang menyala terang. Jendela itu juga menyerupai sebatang kayu besar. Paduan warna hitam yang menjadi latar dan jingga yang menjadi titik sentral seketika memunculkan dimensi dualisme.

"Dualisme seperti yin dan yang, dalam hidup kita butuh gelap dan terang, butuh keseimbangan, dan itu hanya bisa ditopang oleh keseimbangan ekosistem, kepentingan kita ya menjaganya," ungkap perupa Ifat Futuh mengenai karyanya bertajuk Oase, Sabtu (30/3) di lobby The Ritz Carlton Jakarta-Mega Kuningan, Jakarta Selatan.

Selain Ifat, perupa lain yang juga menyoroti tema sumber cahaya ialah Mayek Prayitno. Goresan Mayek lebih bernuansa abstrak figuratif, bila dibandingkan dengan Oase milik Ifat yang bernada surealisme. Mayek menerjemahkan suatu pendaran cahaya dari sang maha sumber, yang menjadi fokal point lukisan.

"Ini menjadi simbol dalam pengertian bahwa kebutuhan akan cahaya sangat tinggi dan meningkat dalam kehidupan modern sekarang ini. Cahaya (energi) memang penting dalam kehidupan, tapi di satu sisi itu juga perlu dijaga," ungkapnya.

Baca juga : Riani Sovana Lakukan Earth Hour kapanpun

Kontradiksi tidak hanya muncul pada visual Ifat. Iwan Suhaya juga menghadirkan dalam bidang yang memvisualkan kondisi kontras antara langit dan bumi. Iwan seolah-olah menggambar kegersangan yang muncul pada lanskap daratan, namun ia memberi satu obyek yang mengundang perhatian, ketika satu pohon hijau tumbuh dalam lanskap yang terasa gersang itu.

"Sekarang banyak bencana terjadi, ada banjir gempa, ini menjadi proses bumi, ketika tempat (sumber) air sudah diganggu. Seperti hutan yang sudah dirambah dengan adanya industri yang tidak beraturan, inilah awal proses kehancuran. Bencana seperti banjir itu bukan kehendak Tuhan, melainkan ulah manusia. Sebagai seniman saya mencoba menyentuh rasa kepedulian kepada audiens saya, bagaimana ketika mereka melihat lukisan orang akan bertanya mengapa masih ada satu pohon di situ? Itulah harapan," terang Iwan.

Lima perupa yang terdiri dari Ifat Futuh, Mayek Prayitno, Iwan Suhaya, Tri Pramuji, dan Adelano Prabowo merespons kondisi alam saat ini dalam rangkaian Earth Art Hour yang dilaksanakan di Hotel Ritz Carlton, sebagai cara mereka merespons Earth Hour, yang berlangsung pada Sabtu, (30/3). Selain mengundang lima perupa untuk melakukan live painting dalam lampu temaram, Ritz Carlton juga mengajak pengunjung hotel untuk menikmati pengalaman Candle-Lit Flexi Fusion Class, beryoga di antara nuansa temaram di pinggir kolam renang, dan ditemani pendaran lilin. (M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya