Headline
Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan
Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah
Pameran The Monster Chapter II: Momentum oleh seniman J Ariadhitya Pramuhendra hadir di Galeri Nasional Indonesia mulai Jumat (22/3). Tumbuh di lingkungan Katolik, karya Pramuhendra di pameran ini berkaitan dengan pengalaman masa kecil yang membentuk dirinya, dan juga sejarah peradaban Kristen yang tecermin dalam ekspresi seni rupa Barat.
Sebagai pameran tunggal terbesar dari sang seniman, The Monster Chapter II: Momentum akan dipamerkan di tiga area Galeri Nasional Indonesia yakni Gedung A, Gedung B, dan area luar. Pameran ini berlangsung hingga 7 April 2019.
Pameran bertajuk "The Monster" dengan karya yang sebagian besar menggunakan materi arang bertujuan untuk mengajak para pengunjung menangkap makna monster di bayangan dan imajinasi seorang anak, ketimbang cara penilaian sebagai orang dewasa. Sebagai seorang seniman, penjelajahan imajinasi dan gagasan kreatif Pramuhendra memang tak terpisahkan dari jejak iman dan pengalaman hidupnya saat masih di usia belia.
"Monster sering kali dianggap sebagai makhluk yang menakutkan, namun bagi saya istilah tersebut memiliki makna yang mendalam, sebagai kenangan yang terus membayangi dan sesuatu kekuatan dan kehebatan yang lebih besar dari diri saya sendiri," terang Pramuhendra.
Pameran ini juga merupakan suatu komitmen sang seniman untuk membela peran penting manusia dalam memenangkan perang di masa kini. Perang itu adalah pergulatan yang berlangsung secara mental, dan di dalam pikiran, ketika gagasan seseorang mampu memengaruhi setiap sikap dan tindakannya demi kebaikan.
Pameran kali ini adalah bagian dari Trilogi Pameran yang disebut Pramuhendra sebagai seri monster. Momentum adalah bagian kedua setelah pameran The Monster Chapter I: Memory dihelat pada 2018.
"Pameran Tunggal J. Ariadhitya Pramuhendra ini berbeda dibanding pameran seni rupa umumnya karena menunjukkan pentingnya mengeksplor area dan material lokus pameran, dalam hal ini Galeri Nasional Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwa seorang seniman bisa menjadi liar dalam menjelajahi bidang seni rupa untuk diterjemahkan secara visual ke dalam karya-karya yang eksploratif, tidak dikungkung dimensi keruangan, serta mengusung kreativitas yang tak terbatas," tambah Kepala Galeri Nasional Indonesia Pustanto.
Karya-karya yang disajikan dalam pameran ini mengingatkan pada alur sejarah pada lini masa sejak era Renaissance (sekitar abad ke-15 dan 16) hingga era kebudayaan yang disebut sebagai abad Pencerahan sekitar abad ke-17 dan 18. Para pengunjung bisa mengenali karya yang biasa ditemukan di rumah ibadah hingga lukisan yang bersifat individual.
"Karya-karya Pramuhendra ini memang bukan hanya soal narasi dan keterangan, melainkan lebih mengangkut cara penerimaan milik kita secara langsung dan personal. Soal hitam dan putih, atau gelap dan terang, hanyalah perantara bagi kita untuk menyambut gerak dan perubahan yang berlangsung di dalam semesta diri kita sendiri," jelas kurator pameran Rizki A. Zaelani.
Pramuhendra tumbuh di lingkungan keluarga Katolik yang menghargai sikap dan pandangan moral keagamaan dalam meraih makna hidup dan perjalanannya. Ayahnya adalah seorang guru fisika yang juga gemar menggambar, khususnya mengenai figur-figur suci dalam agama Katolik. Pameran bagian pertama dan kedua membawa serta gagasan tentang kedekatan diri Pramuhendra pada tema religi dalam ekspresi karyakaryanya. Gambar yang dipilih Pramuhendra, tentu saja, berkaitan dengan sejarah peradaban Kristen dan Katolik.
Selain pameran karya, Pramuhendra juga berkolaborasi dengan ArtDept ID untuk cenderamata ekslusif. Dengan tema The Monster, cenderamata tersebut dapat didapatkan di Artshop Galeri Nasional Indonesia selama pameran berlangsung. (M-2)
BACA JUGA: Seniman Yogyakarta Berburu Plastik
Karya yang dipamerkan merupakan hasil pertimbangan kurasi pihak galeri maupun diskusi kurator - tim pameran (pengurus Gorta)
Penggunaan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) kini semakin meluas, termasuk di bidang seni. Seperti apa praktiknya?
Upaya untuk menghidupkan kembali karya seni patung dilakukan pameran seni Art Jakarta Gardens 2024
Memiliki ciri khas motif warna cerah, batik Banyumasan di galeri tersebut membutuhkan proses waktu sekitar dua minggu untuk setiap helai kainnya.
PrizedMoments diadakan karena terinspirasi oleh penjualan revolusioner Beeple NFT pada 2021
Grey Art Gallery yang berada di Jalan Braga ini rutin mengadakan pameran dan penghargaan untuk pelaku seni.
Dalam buku berjudul Multiple Intelligences: The theory in practice, seorang psikologi bernama Howard Gardner membagi kecerdasan manusia dalam delapan bidang. Apa saja itu?
Memanfaatkan kekuatan garis-garis geometris serta logika pertemuan antara bentuk yang bersifat presisi dan akurat dirasakan sebagai kesunyian.
seni anamorphic bukan hanya sekadar karya visual. Ia mengangkat Jakarta sebagai pusat kreativitas sejajar dengan kota-kota besar di negara maju seperti Tokyo dan Seoul.
Pameran ini berlangsung mulai tanggal 1 sampai dengan 10 Desember mendatang.
SEBANYAK 205 film dari 25 negara Asia Pasifik mengikuti Jogja-NETPAC Asian Film Festival 2023 di Yogyakarta.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved