Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Komika Muslim Suarakan Kesetaraan

Hilda Julaika
15/2/2019 22:00
Komika Muslim Suarakan Kesetaraan
(MI/SUMARYANTO BRONTO)

PADA 2009, Sakdiyah berkesempatan baik panggung menjadi komika di salah satu acara kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Meski begitu, ketertarikannya pada dunia hiburan ini sudah tertanam sejak duduk di bangku SMP dengan cara mengikuti lomba lawak. Sakdiyah diperkenalkan kepada dunia komedi oleh ayahnya sendiri yang biasa disapanya dengan Abah.

Pertama kali Sakdiyah tampil di penggung televisi, saat dirinya mengikuti kompetisi Stand Up Comedy Indonesia 2011. Dirinya memberanikan diri menerima undangan sebagai komika tanpa sepengetahuan orangtuanya. Barulah setelah 2 tahun menggeluti bidang ini, perempuan keturunan Arab ini menyampaikannya kepada kedua orangtuanya. Tak hanya sebagai komika, rupanya Sakdiyah juga berprofesi sebagai interpreter.

“Saya tidak merasa aneh atau canggung karena saya menyadari sepenuhnya bahwa stand up comedy adalah kesenian panggung yang banyak ditekuni laki-laki. Tetapi, saya meyakini bahwa semua orang berhak berbicara,” ujarnya.

Sakdiyah atau yang biasa disapa Diyah ialah seorang komedian tunggal muslim Indonesia yang menggunakan komedi sebagai media untuk menantang ekstremisme dan kekerasan terhadap perempuan. Lulusan S-2 Pengkajian Amerika di UGM ini menyuarakan kegelisahannya terhadap sikap radikal yang ditunjukan sebagian warga keturunan Arab di Indonesia. Ia mengulik isu-isu konservatisme yang mendukung nilai-nilai tradisional terutama dari apa yang telah ia alami sendiri.

Menggunakan komedi tunggal sebagai media bersuara, mulai ia tekuni sejak 2009. Apa yang telah Diyah suarakan bahkan memperoleh apresiasi dari masyarakat internasional. Diyah kerap diundang untuk menjadi pembicara atau narasumber. Dirinya pun berhasil memperoleh penghargaan prestisius The Vaclav Havel International Prize 2015 di Oslo, Norwegia. Diyah meraih penghargaan pada kate­gori Stand Up Comedy. Tak sampai di situ, pada 2018, namanya masuk daftar 100 perempuan inspiratif dunia versi BBC.

Atas apresiasi yang telah diberikan ini, di baliknya terdapat keyakinan Diyah menjadikan komika sebagai profesi, “Saya kira melalui humor kita bisa berbicara lebih luas dan lebih dalam. Melalui hal-hal yang terlihatnya sederhana dalam keseharian kita bisa berdialog untuk saling membuka hati terkait isu-isu yang paling sulit kita bicarakan,” jelasnya.

Perihal isu diskriminasi yang kerap di­sampaikannya, Diyah melihat kekerasan pada perempuan menjadi isu yang masih saja terjadi di seluruh belahan dunia. Ia menyebutkan bahwa 1 dari 5 perempuan mengalami kekerasan dalam hidupnya dan 1 dari 10 perempuan mengalami kekerasan dari pasangannya. Dirinya merasa isu ini harus diangkat, ia kerap membicarakannya lewat stand up comedy.

Sebagai lulusan dari studi tingkat master, Diyah menyu­sun tesis mengenai stand up comedy. Ia menuliskan tentang kemun­culan komedia musim di Amerika pascaperistiwa 11 September di Amerika. Isi dari tesis tersebut menjelaskan mengenai bagaimana komedi merupakan medium yang tepat untuk melawan stigma, prasangka, dan untuk meredakan ketegangan.

“Kita lihat kelompok yang marginal sekalipun melalui komedi dapat berdialog dengan orang-orang yang menurut struktur sosial derajatnya lebih tinggi dari mereka. Dan mereka bisa tertawa bersama merefleksikan apa yang terjadi di masyarakat melalui apa yang disampaikan komedian tersebut,” tukasnya. (M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik