Headline
AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.
Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.
CUACA terasa panas, Senin (22/10) siang, ketika mesin perahu mulai dinyalakan. Hanya butuh sekitar 5 menit, perahu kami mulai mendekati ujung kelompok keramba jaring apung (KJA) di Waduk Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat.
Jarak dengan KJS itu sesungguhnya masih sekitar 500 meter lagi, tetapi bau pakan bercampur kotoran ikan sudah mulai tercium. Rombongan kami yang terdiri atas wartawan, Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas RI (IKAL) Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) Grup XXI, dan Perum Jasa Tirta II tidak singgah, tetapi hanya melintasi beberapa KJA kemudian kembali lagi ke dermaga.
Kunjungan ke KJA di Waduk Jatiluhur itu membuka wawasan kami tentang dampak keberadaan mereka bagi ekosistem akuatik. Hingga kini, KJA di waduk yang dibangun mulai 1957 tersebut menjadi tumpuan ribuan KJA.
KJA yang ada telah mengakibatkan banyaknya endapan pakan dan kotoran ikan di dasar waduk. “Keramba jaring apung itu tidak ramah lingkungan karena semakin lama membuat air semakin tercemar,” kata Dirut Perum Jasa Tirta II, Djoko Saputro. Apalagi saat musim kemarau, debit air di danau berkurang, tetapi pemberian makan tetap sama. Akibatnya, kontaminasi air semakin tinggi.
Dalam penelitian M Syamsul Arif, Marimin, dan Etty Riani yang dipublikasikan di Jurnal Sumber Daya Air Volume 12 menyimpulkan, kualitas air Waduk Jatiluhur sudah tercemar, baik dari parameter fisika, kimia, maupun biologi. Pencemaran tersebut disebabkan berbagai hal, mulai industri, pertanian, sampah, limbah domestik, dan aktivitas manusia lainnya yang ada di sekitar waduk, termasuk KJA.
Status mutu air sudah tergolong tercemar berat (D) di semua titik pengamatan, baik di Waduk Jatiluhur maupun subsistem Tarum Barat. Mutu air yang tercemar berat tersebut termasuk kategori krisis menuju disaster berdasarkan kriteria Green Business Continuity Management. Penelitian tersebut dilakukan dari Desember 2012 sampai April 2014.
Dari penelitian yang sama, KJA di Waduk Jatiluhur telah melebihi batas, saat penelitian dilakukan mencapai 31 ribu petak. Padahal, jumlah ideal petak KJA yang diperbolehkan beroperasi sebanyak 4.040 petak.
Sementara itu, penelitian M Donald dan kawan-kawan, dalam budi daya perikanan komersial, 30% dari total pakan yang diberikan tidak dikonsumsi ikan. Selain itu, 25%-30% dari pakan yang dikonsumsi ikan akan diekskresikan.
Endapan pakan tersebut akan mengakibatkan meningkatnya senyawa belerang (H2S). Selain mencemari air, senyawa tersebut juga menyebabkan barang-barang menjadi mudah korosi.
Pencemaran dari KJA ternyata tidak hanya berasal dari pakan dan kotoran ikan. Aktivitas manusia di KJA, seperti mandi dan BAB, juga membuat air tercemar. Padahal, KJA diperkirakan dihuni seribuan orang.
Bahkan, akibat pencemaran tersebut, alat-alat pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang ada di bawah permukaan Waduk Jatiluhur semakin mudah korosif.
Perum Jasa Tirta II selaku pengelola Waduk Jatiluhur mengaku telah melakukan pembenahan untuk menghilangkan pencemaran di luar waduk.
Djoko Saputro menjelaskan, langkah-langkah yang telah dilakukan untuk menjernihkan kembali air di Waduk Jati luhur ialah membersihkan hulu, membersihkan sampah di panjang aliran dari hulu ke Waduk Jatiluhur, hingga menormalisasi sungai. Walau kondisi air sudah membaik, hal tersebut dirasa belum cukup karena belum tuntasnya pembenahan di dalam Waduk Jatiluhur.
Pihaknya pun telah mengantisipasi dengan konsep perikanan berbudaya (culture-based fisheries-CBF) dengan melepas jenis ikan bandeng, patin, dan nila. Pada Mei 2018, ada sekitar 7,8 juta ekor ikan ditebar di Waduk Jatiluhur.
I
kan-ikan tersebut bisa menjernihkan air danau secara alami. Mereka tidak perlu diberi makan karena akan memakan apa pun yang ada di danau sehingga air bisa lebih sehat dan baik. “Dengan cara ini, kualitas air bisa semakin baik, tetapi penduduk lokal juga bisa meningkatkan perekonomian, merasa semakin memiliki, dan melestarikan lingkungan,” kata Djoko.
Penertiban KJA
Djoko mengatakan, dengan pencemaran air dan korosi akibat aktivitas KJA, mau tidak mau KJA harus ditertibkan. “Penertibannya dilakukan oleh Satgas (Pemkab Purwakarta, kepolisian, TNI, dan pihak-pihak terkait) mulai pertengahan April hingga saat ini terus dilakukan,” kata dia.
Dari 2017 hingga sekarang sudah ada sekitar 5.000 KJA yang ditertibkan. “Target kami zero KJA pada akhir 2018 sehingga setiap hari penertiban harus mencapai 212 petak KJA,” tegas Djoko.
Kendala yang dihadapi dalam penertiban tersebut ialah adanya perlawanan. Padahal, sebelumnya telah dilakukan sosialisasi penertiban. Perlawanan tidak terelakkan karena ribuan KJA yang ada juga memberi keuntungan bagi pebisnis benih dan pakan.
Ditemui di tempat terpisah, Bupati Purwakarta, Anne Ratna Mustika, juga mengatakan penertiban KJA memang harus dilakukan karena keberadaan KJA bisa mengurangi usia bendungan Waduk Jatiluhur.
Bagi warga yang terdampak penertiban KJA, mereka akan dilatih dan diberi modal oleh Perum Jasa Tirta II dan Pemkab Purwakarta.
Penertiban dilakukan secara bertahap. Pertama-tama yang ditertibkan ialah yang berasal dari luar Purwakarta. Setelah itu, petani KJA dari Purwakarta yang punya petak KJA sangat banyak akan dikurangi.
“Saat ini penertiban kami cancel dulu, kita melakukan pendataan secara menyeluruh,” kata dia. Pendataan dilakukan untuk mengetahui kepemilikan KJA yang terbaru.
Anne mengaku, kendala yang dihadapi dalam penertiban ialah jumlah personel yang terbatas. Ketika menurunkan 30 personel, yang menghadang bisa lebih dari 100 orang.
Ketua Ikal PPSA Grup XXI, Komjen Pol (pur) Arif Wachjunadi, menyampaikan apresiasi atas usaha yang dilakukan Perum Jasa Tirta II dan Pemerintah Kabupaten Purwakarta dalam menjaga dan mengelola air di Waduk Jatiluhur. Sesuai yang diamanatkan Pasal 33 ayat 3 UUD NKRI 1945, peranan air sangat vital bagi ketahanan nasional NKRI.
“Air memegang peranan sangat strategis dalam membangun ketahanan nasional dan tidak hanya sekadar kemakmuran,” terang mantan Sestama Lemhannas RI itu. Pihaknya akan membuat kajian dari kunjungan siang itu dan hasilnya akan diserahkan ke Lemhannas.
Waduk Jatilihur dengan luas genangan kurang lebih 8.300 hektare memiliki kapasitas PLTA sebesar 187,5 mw. Sebanyak 90% air dari Waduk Jatiluhur digunakan untuk air baku, sekitar 6,8 miliar meter kubik per tahun. Selain itu, air juga dimanfaatkan untuk pertanian sekitar 300 ribu hektare. Sebesar 80% air baku PAM DKI Jakarta dari Waduk Jatiluhur, 100% air baku Purwakarta, Karawang, Bekasi, dan Subang dari Waduk Jatiluhur.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved