Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Dengan Aplikasi Ini, Kebun Sawit Lebih Berkelanjutan dan Hijau

Iis Zatnika
02/8/2018 20:18
Dengan Aplikasi Ini, Kebun Sawit Lebih Berkelanjutan dan Hijau
Peluncuran Laporan Keberlanjutan Sinar Mas Agribusiness and Food di Jakarta, Rabu (1/8).(Iis Zatnika)

Selain bergelut dengan tandan buah segar, pupuk dan cangkul, petani kelapa sawit kedepannya rutin terhubung dengan industri, pemerintah, dan publik. Pun, dengan konsumen yang menggoreng dengan minyak atau menggunakan sabun yang bahan utamanya, berasal dari kebun yang mereka rawat. Mediumnya, aplikasi PalmOilTrace yang mereka jalankan dan input informasinya melalui ponsel.

Sensitifnya industri kelapa sawit atas tudingan perusakan dan kebakaran hutan, serta isu-isu lingkungan sosial serta lingkungan lainnya, membuat transparansi menjadi salah satu opsi paling mujarab untuk meraih kepercayaan publik dan investor.

Maka, satu per satu kebun didatangi, petani pun diajarkan mengoperasikan aplikasi. Kolaborasi antara Sinar Mas Agribusiness and Food dengan Koltiva, masing-masing  perusahaan kelapa sawit terintegrasi dari hulu hingga hilir dan perusahaan teknologi informasi yang berfokus pada digitalisasi agri bisnis itu, dipaparkan dalam jumpa media peluncuran Laporan Keberlanjutan Sinar Mas Agribusiness and Food di Jakarta, Rabu (1/8), kemarin.

“Di akhir 2017, kami telah mencapai 100% kemamputelusuran atau traceability hingga ke kebun kelapa sawit untuk kebutuhan pabrik milik perusahaan,” ujar  Agus Purnomo, Managing Director for Sustainability and Strategic Stakeholder Engagement, Sinar Mas Agribusiness and Food.

Dengan demikian, kata Agus, 39% dari total rantai pasok perusahaan dapat ditelusuri, atau menjangkau lebih dari 70 pemasok yang membeli dari sekitar 11.000 petani swadaya yang mengelola lahan sekitar 40.000 hektare. Target berikutnya, pemetaan rantai pasok dari 427 pemasok independen lainnya, untuk mencapai kemamputelusuran hingga ke perkebunan di 2020.

Proses identifikasi yang dilakukan diantaranya oleh Koltiva, dilakukan petugas lapangannya yang mencakup 16 agen minyak kelapa sawit yang berwujud pengepul atau pedagang. Mereka mememetakan dan meverifikasi 9.105 hektar perkebunan yang dikelola 4.168 petani.

“Selain menguntungkan bagi perusahaan, maka petani yang pohon-pohonnya masuk dalam sistem penelusuran akan punya kesempatan mendapat pembinaan, karena peta wilayah dan kondisi kebun mereka diidentifikasi dengan jelas, jumlah panen, pupuk dan harga yang didapat,” kata Ainu Rofiq, Direktur Eksekutif Koltiva, dalam jumpa media sebelumnya.

Makin optimal kebun dipetakan dan dioptimalkan kinerjanya, kata Agus, kian menguntungkan pula bagi alam. Kini, industri ini tak lagi dimungkinkan melakukan ekstensifikasi, memperluas lahan, ditengah sorotan pada kualitas lingkungan serta luasan yang telah kian terbatas. Maka, intensifikasi, upaya mengoptimalkan kebun yang telah ada, akan menebar manfaat pada petani, perusahaan serta berbagai dampak ekonomi lainnya, pun lingkungan.

Identifikasi titik panas
Internet of things, intervensi teknologi informasi di dunia agribisnis pun diterapkan dalam laporan keberlanjutan yang tak cuma dicetak dan datanya statis. Ada sustainability-dashboard yang daring dan datanya senantiasa diperharui.

Bahkan ada data tentang jumlah titik panas atau hot spot, isu yang kerap mengiringi kabar perkembangan industri sawit. Pada 2017, di sana tercatat total ada 1 hotspots di Jambi dan 2 titik api sementara di Ketapang, Kalimantan Barat, masing-masing ada 12 dan 7, jumlahnya diklaim terus turun drastis.

Komitmen pada keberlanjutan, juga berkonsekuensi dilakukannya transparansi dan digitalisasi. Publik, baik sebagai konsumen pun investor, bisa memantau dan mengambil keputusan, dekat-dekat atau ambil jarak dengan perusahaan. (M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Iis Zatnika
Berita Lainnya