Ketika Wayang Jurnalis Menagih Janji Pemimpin Negeri
Hera Khaerani
17/2/2015 00:00
()
RENGEKAN Lesmana Mandrakumara sungguh mengganggu telinga. Pangeran dari Astina
yang terkenal manja itu baru saja mendengar kabar bahwa hati Puteri
Prantawati, telah tercuri. Padahal, puteri cantik Prabu Kresna itu telah
dijodohkan dengannya dan pernikahan akan tiba dalam hitungan hari.
Adalah
Bambang Suksma Nglembara yang disebut-sebut sebagai pencuri hati itu.
Pencarian besar-besaran pun dilakukan untuk memburu ksatria tersebut.
Padahal, Prantawati memang tak sudi dijodohkan dengan Lesmana, pangeran
dengan reputasi manja luar biasa, bahkan dikenal dengan julukan
'pangeran idiot'.
Dia sedang berdoa kepada dewa untuk mencari solusi
atas persoalannya, ketika Bambang muncul dan berkata, "Aku ini adalah
jawaban atas doa-doamu." Itu merupakan penggalan adegan dalam
pementasan Wayang Jurnalis bertajuk 'Petruk Nagih Janji', di Galeri
Indonesia Kaya, Grand Indonesia, Jakarta, Minggu (15/2) sore. Sebagai
catatan, ini merupakan pertunjukan Wayang Jurnalis yang kedua. Oktober
tahun lalu, Wayang Jurnalis pertama diadakan setelah keluar hasil
pemilihan presiden yang mengingatkan soal karakter pemimpin yang layak,
tak tergoda oleh harta, tahta dan wanita.
Meski bekerja sama
dengan Wayang Orang Bharata, 95 persen pemain wayang orangnya merupakan
jurnalis dari berbagai media. Tak kurang dari 29 jurnalis beradu peran,
mulai dari tingkat wartawan hingga pemimpin redaksi. "Dengan suksesnya
wayang jurnalis produksi pertama dan hadirnya produksi kedua, saya
melihat jurnalis memiliki cinta untuk melestarikan budaya bahkan
memiliki potensi sebagai pelaku budaya," ujar Renitasari Adrian Program
Director Bakti Budaya Djarum Foundation yang kali ini juga turut
berperan sebagai Dewi Kunthi.
Adapun kisah Petruk yang diangkat,
bercerita tentang nasionalisme punakawan dunia pewayangan tersebut yang
terketuk untuk melakukan operasi bela negara ketika terjadi
pemberontakan Prabu Pragola Manik. Ketika itu, Petruk yang diperankan
oleh aktor pemeran program situasi komedi 'Tetangga Masa Gitu' Dwi
Sasono, gagah berani maju ke medan laga dan berhasil memadamkan
pemberontakan.
Atas jasanya, dia berhak menikahi seorang puteri Prabu
Kresna yang bernama Prantawati. Namun karena puteri itu belum dewasa,
Petruk diminta untuk bersabar menunggu. Sayangnya, janji hadiah
itu malah hendak diingkari. Puteri Prantawati dijodohkan dengan Lesmana.
Prabu Kresna lupa akan jasanya, Petruk pun menagih janji untuk
mendapatkan hak yang pernah dijanjikan.
Dengan niat menegakkan
kebenaran, Petruk yang rakyat jelata berubah menjadi ksatria tampan
bernama Bambang Suksma Nglembara, menyusup ke taman Dwarawati sebagai
'pencuri cinta' sebagai tandingan Lesmana. Akhirnya tercapai apa yang
diinginkan, Petruk bersanding dengan Prantawati.
Sebagai kisah
pewayangan umumnya yang sarat pesan moral dan ajaran kepemimpinan, bukan
perjuangan cinta yang menjadi tema sentralnya. Di balik semua itu,
Petruk hanya ingin mengingatkan bahwa janji seorang pemimpin harus
ditepati.
Agar wibawa dan martabat terjaga, pantang baginya ingkar
janji. "Meski saya rakyat biasa, tapi seorang pemimpin harus tepati
janjinya," tuntut Petruk dalam salah satu dialognya. Kisah itu
pun kini menjadi relevan dengan kisah perpolitikan dalam negeri, ada
banyak janji pemimpin yang mesti ditepati. Ada hak-hak warga negara yang
wajib dipenuhi.
Jenaka Dikemas secara popular dan komunikatif dengan
bahasa Indonesia sebagai pengantar dalam dialog dan narasi, pertunjukan
kali ini menjadi sajian yang apik. Dialog dan improvisasi yang jenaka,
sukses mengundang tawa penonton yang memenuhi Galeri Indonesia Kaya.
Meski
hanya wayang orang amatir, akting para jurnalis yang terlibat amat
menghibur. Sekalipun ada lupa dialog, hal itu malah menambah jenaka
adegannya. Mereka juga leluasa menggali potensi diri yang selama ini
tidak banyak digunakan dalam keseharian mengejar berita.
Ratna
Wina sebagai contohnya, wartawan yang berperan sebagai bidadari penggoda
itu sempat menendangkan tembang berbahasa Jawa dan tampil layaknya
sinden. Editor senior dari Majalah Kartini itu memang biasa menyanyi di
luar kesibukannya sebagai jurnalis. ''Saya memang minta peran di mana
saya bisa nembang,'' akunya.
Keseruan jadi wayang orang juga
dirasakan wartawan Media Indonesia Dzulfikri Putra Malawi yang
memerankan Citraksa. "Menjadi wayang orang dengan make up dan baju
wayang orang itu ada sensasi sendiri, saya jadi merasa bangga karena
hidup di Indonesia," katanya. (M-3)