Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
Jari-jari itu meliuk, menekan tuts hitam putih pada piano. Iramanya lembut tapi memiliki nada yang bervariasi. Kakinya menekan bergiliran tiga pedal yang ada di bawahnya untuk menahan bunyi yang dihasilkan agar menciptakan efek suara berbeda.
Lagu pertama pun dapat dilewati Yohanes de Capsetrano Jambru Pasirua, pianis cilik yang berasal dari Ende, Flores Nusa Tenggara Timur. Tepuk tangan penonton pada Sabtu (26/5) itu pun bergemuruh.
Memasuki lagu berikutnya, pianis cilik yang akrab dipanggil Canho ini membawakan irama yang lebih berat dan cepat daripada beberapa komponis dunia, seperti Mozart, Schumann, Joplin, serta Suprana dan dangdut. Pertunjukan mengagumkan itu merupakan resital piano sebagai unjuk kebolehannya di publik setelah dirinya mempelajari lagu baru. Yuk kenalan dengan Canho!
Senang musik sejak kecil
Seusai penampilan megah yang ditutup dengan tepuk tangan penonton, Medi berbincang bersama pianis cilik yang akrab dipanggil Canho ini. Sambil tersenyum bahagia karena telah berhasil menunjukkan kepiawaiannya, Canho mengatakan pertunjukannya itu merupakan hasil kerja kerasnya selama ini.
Kecintaannya terhadap musik telah dimilikinya sejak diperdengarkan lagu klasik piano dari sang Ayah, Pak Kristoforus Jambru, yang juga guru musik di sebuah lembaga kursus.
Di umur 3 tahun, Canho menunjukkan kesukaan dengan menekan tuts hitam putih di piano milik tempat kursus ayahnya. Di umur 6 tahun, Canho mengaku dirinya mulai serius belajar piano dengan mengikuti kursus musik yang berjarak 140 kilometer dari tempat tinggalnya di Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur. "Aku sudah suka musik sejak kecil tapi serius belajar teknik bermainnya di umur 6 tahun bersama Ayah dan kursus musik juga," kata Canho.
Namun, jangan salah sobat, Canho pun rupanya pernah terpikat dengan alat musik lain seperti harmonika nih. Saat itu usianya masih 3 tahun, ia merengek minta harmonika mainan kepada ibunya. Begitu pun di usia 8 tahun, harmonika pun sempat kembali ia mainkan. "Tapi itu hanya selingan. Aku hanya ingin tahu letak not-notnya karena memang tak ada penandanya. Fokusku tetap di piano kok," kata Canho.
Memenangi kompetisi tingkat dunia
Kemampuan menekan tuts-tuts piano hingga menjadi sebuah lagu yang enak didengarkan rupanya terus diasah anak yang lahir 24 November 2004 ini sehingga ia pun pernah berjuang mengharumkan nama Indonesia dalam Kejuaraan Dunia Seni Pertunjukan atau World Championship Perfoming Arts (WCOPA) 2016 di Long Beach, California, AS, 7-19 Juli 2016 lalu.
Membawakan 5 jenis musik yakni tradisional, revolutionary, jazz, kontemporer, dan klasik. Canho yang kala itu masih duduk di kelas 5 pun berhasil menyabet 5 medali emas dan 3 plakat dalam Kejuaraan WCOPA lo.
Keren kan? Setiap medali itu ialah lima medali emas untuk style instrument classical, instrument contemporary, instrument jazz, instrument open, dan instrument original works. Sementara itu, penghargaan pilihan junior secara umum, Canho berhasil meraih penghargaan untuk tingkat usia 11-15 tahun di kategori instrument contemporary, instrument jazz, dan instrument open.
"Wah saat itu pengalaman yang tak pernah saya lupakan. Ada 56 negara yang ikut tapi dengan beragam seni seperti menari, biola, dan lainya. Yang penting saat itu ialah melakukan yang terbaik," kata Canho kepada Medi.
Dapat beasiswa
Namun, sobat, bakat dan penampilan Canho yang memukau itu tampaknya terlihat masih kurang apik oleh Pak Jaya Suprana, seniman Indonesia. Ia lantas membawa Canho untuk belajar di sekolah musik miliknya, Jaya Suprana School of Performing Arts, dengan beasiswa. Canho pun pindah ke Jakarta untuk meneruskan pendidikannya. "Canho main dengan bagus, tapi ada beberapa hal yang juga perlu diperbaiki seperti teknik, cara penghayatan dan lainnya. Maka kami gembleng selama dua tahun di sini agar bisa siap dalam dunia musik di dalam negeri maupun mancanegara," ucap Pak Jaya Suprana. Canho pun sadar dirinya salah dalam penekanan tuts. Mnurutnya, meskipun musiknya lembut, tuts tetap harus ditekan secara dalam, tapi bukan berarti harus keras.
Soal latihan, sobat Medi perlu tahu nih. Canho belajar rutin setiap hari selama 2 tahun ini. Satu kali pertemuannya, Canho bisa belajar selama 3-4 jam lo. "Paling beberapa kali libur, tapi setiap harinya saya latihan selama 3-4 jam dengan suasana tentu harus hening karena lebih fokus berkonsentrasi," kata Canho.
Ya sobat, untuk menggelar resital piano ini, ia harus fokus karena dalam 23 lagu yang dimainkan dalam beberapa genre ini, ia sama sekali tak pakai partitur atau tulisan berbentuk not lagu sebagai pedoman musikus memainkan suatu alat musik.
"Kuncinya jangan mudah putus asa, tekun, dan harus terus dikembangkan terus bakatnya," pungkas Canho.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved