Headline

Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.

Menampilkan Sejarah dalam Fakta Visual

Abdillah M Marzuqi/M-2
11/11/2017 23:46
Menampilkan Sejarah dalam Fakta Visual
(MI/ABDILLAH M MARZUQI)

DIBUATLAH gapura untuk menyapa setiap mata yang mau menikmati alam artistik. Berbentuk persegi, bagian atas gapura itu terdapat tulisan aksara Jawa. Aksara Jawa yang dipilih ialah awal dari seluruh rangkaian Jawa, yakni Ho. Gapura itu juga sebagai pemuat pesan dari sebuah konsep kekaryaan yang bakal dinikmati pengunjung. Setelah itu, barulah pengunjung dijamu dengan peta geografis Gunung Muria yang terletak di dinding dekat pintu masuk.

Itulah pameran tunggal Nano Warsono bertajuk Rheco, Membuka Tabir Peradaban Nusantara di Gedung B Galeri Nasional Indonesia pada 10-22 November 2017. Sebanyak 17 lukisan disajikan. Pameran ini dikuratori Bambang 'Toko' Witjaksono.

Pemilihan tema Rheco pada pameran tunggal Nano Warsono tidak hanya bermakna sempit sebagai patung, tetapi sudah meluas. Secara visual, yang dilukiskan Nano adalah keadaan dunia, kondisi yang dihuni manusia, meski lebih fokus pada suatu daerah, yaitu Gunung Muria dan sekitarnya seperti Jepara, Pati, Kudus, hingga melebar ke wilayah Pulau Jawa dan Nuswantara. Alasan lain ialah karena Nano berasal dari Jepara, yang boleh dibilang bagian dari sejarah panjang peradaban Jepara atau Gunung Muria.

Nano memulai persiapan pameran sejak tahun lalu. Kala itu, Nano didorong tidak adanya sejarah yang runut atau komplet menjelaskan soal Jepara di masa silam, baik pada zaman kepemimpinan Ratu Kalinyamat maupun zaman sebelumnya yakni zaman Ratu Shima di Kerajaan Medang Kamulyan atau Kalingga. Untuk itulah, sengaja Nano memulai proses berkarya dengan menentukan jangkar/titik mula di Gunung Muria.

Dialog metafisik

Nano memakai metode survei lapangan. Ia banyak mengunjungi banyak situs. Metode turun ke lapangan juga sebagai konfimasi dari sumber tulisan seperti prasasti, buku, kitab, primbon, stambul, ataupun sumber internet. Metode lain yang dilakukan ialah dengan dialog langsung secara metafisik dengan leluhur. "Dengan demikian, metode yang dilakukan Nano adalah gabungan dari beberapa metode, baik yang ilmiah/fisika maupun yang metafisika," terang Bambang.

Secara umum, lukisan Nano dapat dibagi menjadi empat topik. Pertama tentang sejarah situs yang lokasinya berada di seputaran Gunung Muria, yang masing-masing membawa simbol khusus, tetapi berhubungan. Kedua tentang sejarah yang ada di luar wilayah Gunung Muria. Ketiga ialah kisah mengenai tokoh atau trah dari kerajaan yang ada di Jawa seperti lukisan berjudul Penerus Wangsa Muria. Karya itu menggambarkan trah Wangsa Keling dan Wangsa Galuh yang digambarkan melalui lukisan dengan setting pendapa yang terdapat sebuah kursi singgasana Raja serta seorang sosok raja lain yang sedang bersila di balik prasasti. Hal ini menyimbolkan adanya peralihan kekuasaan serta permasalahan antara wangsa suatu kerajaan dan wangsa lain, yang kemudian dapat dimanipulasi lewat prasasti untuk tujuan legitimasi kekuasaan.

"Apa yang dilakukan Nano Warsono lewat pameran ini, sebenarnya adalah proses untuk menguak simbol-simbol atau sandi yang didapat melalui beberapa metode, baik metode ilmiah/fisik maupun metode metafisik. Namun, pada dasarnya adalah proses mengulik sejarah yang tidak tersejarahkan, yang menunut kerja yang rumit, kompleks, dan tidak lazim," terang kurator.

Nano Warsono tampaknya ingin menawarkan cara baru untuk berseni rupa. Berposes dengan metode yang bisa jadi tidak cocok bagi sebagian orang. Bagaimanapun Nano ingin menampilkan sejarah yang tidak tersejarahkan dengan caranya sendiri. Setidaknya itulah yang tebersit dari ucapan Nano yang berbunyi, "Menampilkan sejarah dengan fakta visual."



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya