Headline
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
SEBUAH ledakan gelombang radio superpendek yang semula diduga sebagai Fast Radio Burst (FRB) dari galaksi jauh, ternyata berasal dari satelit tua milik NASA bernama Relay 2. Satelit ini yang sudah tidak aktif sejak 58 tahun lalu.
Ledakan ini pertama kali terdeteksi pada Juni 2024 oleh Australian Square Kilometer Array Pathfinder (ASKAP). Durasi sinyalnya sangat singkat, namun kekuatannya mampu menenggelamkan seluruh sinyal radio lain dari langit.
“Awalnya kami menduga ini FRB dari galaksi jauh. Tapi ternyata hanya berasal dari orbit Bumi,” kata astrofisikawan Adam Deller dari Swinburne University.
Satelit Relay 2 diluncurkan NASA pada 1964 sebagai bagian dari program komunikasi luar angkasa awal. Ia berhenti beroperasi pada 1965 dan benar-benar mati pada 1967. Namun secara mengejutkan, sinyal kuat muncul dari satelit ini saat ASKAP mengarah ke wilayah langit tempat ia berada.
“Walaupun satelit ini bersejarah, tidak ada sistem aktif yang bisa menghasilkan sinyal sependek ini,” jelas Clancy W. James dari Curtin University.
Perbandingannya mencengangkan: Relay 2 berjarak sekitar 4.500 km dari Bumi saat sinyal terdeteksi, sedangkan FRB asli biasanya berasal dari jarak hingga miliaran tahun cahaya.
Meski sinyal ini bukan berasal dari luar angkasa, para ilmuwan masih belum tahu apa yang menyebabkannya. Dua teori utama mencuat:
Electrostatic Discharge (ESD) – semacam "loncatan listrik" akibat penumpukan muatan pada permukaan satelit yang tua.
Tabrakan mikrometeorit – serpihan debu kosmik mini bisa menciptakan kilatan radio saat menabrak satelit dengan kecepatan tinggi.
Namun kedua teori ini punya kelemahan. ESD biasanya berlangsung jauh lebih lama daripada sinyal yang terdeteksi. Sedangkan tabrakan mikrometeorit seperti itu sangat jarang terjadi.
“Walau kami condong ke ESD sebagai penyebabnya, durasi sinyal yang sangat singkat masih menjadi teka-teki besar,” kata James.
Untungnya, para peneliti meyakinkan kasus salah identifikasi ini sangat jarang terjadi. FRB sejati biasanya memiliki karakteristik unik: dispersi sinyal, yaitu penundaan waktu pada frekuensi rendah akibat perjalanan jauh menembus plasma kosmik.
“Ledakan ini tidak menunjukkan efek itu, jadi kami tahu sinyalnya berasal dari jarak dekat,” kata astronom Marcin Glowacki dari University of Edinburgh.
Meski awalnya mengecewakan, penemuan ini justru membuka peluang baru. ASKAP terbukti bisa digunakan untuk memantau kondisi satelit, termasuk potensi kerusakan akibat ESD.
“Selama ini ESD susah dipantau karena tak bisa dilihat langsung dari Bumi. Tapi jika sinyal seperti ini bisa direkam, maka radio teleskop bisa jadi alat deteksi dini yang sangat berguna,” ujar James.
Adam Deller menambahkan, “Kami berharap bisa mendeteksi lebih banyak sinyal seperti ini ke depan, agar bisa memahami mekanismenya dan mencegah kerusakan satelit.”
Penelitian lengkap tim ini telah dipublikasikan di situs pracetak ilmiah arXiv. (Space/Z-2)
Penelitian ini memberikan pandangan yang lebih lengkap mengenai pembentukan tata surya kita 4,5 miliar tahun yang lalu, yang tidak bisa didapatkan hanya dari meteorit yang jatuh ke Bumi.
Model ini diperkirakan mampu memberi peringatan dini terhadap badai matahari yang berpotensi mengganggu satelit, jaringan listrik, serta sistem komunikasi global.
Penelitian terbaru mengungkap longsor unik di Bulan, Light Mantle di Lembah Taurus-Littrow, kemungkinan dipicu puing dari tumbukan kawah Tycho.
Para ilmuwan telah mengamati aktivitas manusia di tata surya untuk menentukan lokasi terbaik untuk mencari sinyal dari kehidupan alien.
Dua letusan kembar tersebut menjadikan 20 Agustus sebagai salah satu hari paling dramatis dalam aktivitas matahari.
Wahana antariksa Juno milik NASA berhasil menangkap sinyal aneh berupa gelombang plasma raksasa di zona aurora di atas Kutub Utara Jupiter.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved