Headline
Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.
DEBUTAN itu serupa musik rock atau jazz yang tak selalu ritmis galibnya orkestra yang memeluk teguh partitur dan harmoni. Karena itu, sang debutan kerap mengguncang, minimal mendebarkan dan dinanti-nantikan.
Seperti itu pula yang sering terjadi di dunia sepak bola. Banyak tim maupun pemain debutan muncul sebagai bintang baru lapangan hijau kendati mulanya mereka bergerak di tengah-tengah keraguan.
Putaran final Piala Eropa 2016 di Prancis untuk kali pertama diikuti lima negara dan sejumlah pemain debutan. Tim debutan itu ialah Albania, Islandia, Irlandia Utara, Slovakia, dan Wales. Adapun sejumlah nama debutan di antaranya Marcus Rashford, Dele Alli, Kingsely Coman, Anthony Martial, Divock Origi, Hector Bellerin, Kante, dan Dimitri Payet.
Sudahkah guncangan, atau setidaknya debaran, itu terjadi dalam enam hari perhelatan Euro 2016 dari para debutan itu? Jejak ke arah itu mulai tampak.
Wales menjadi tim debutan yang menorehkan hasil terbaik dengan meraih tiga poin penuh dalam laga perdana mereka setelah mengalahkan sesama tim debutan Slovakia dengan skor 2-1 di Stadion Matmut Atlantique, Bordeaux, Minggu (12/6) dini hari WIB.
Begitu pula Islandia yang membuat frustrasi Cristiano Ronaldo dan kawan-kawan saat mampu menahan imbang Portugal 1-1 di Stade Geoffory-Guichard, Saint-Etienne, Rabu (15/6). Islandia pulalah yang membuat Belanda masygul setelah gagal melaju ke Prancis karena kalah 0-1 di Stadion Amsterdam Arena, September 2015 lalu.
Lalu, yang paling seru dan dinanti-nantikan ialah peran pemain debutan. Di antara deretan nama ‘sang pemula’ hingga kemarin baru Dimitri Payet-lah yang paling membetot perhatian.
Gelandang serang, kadang-kadang juga bermain sebagai sayap, asal klub West Ham United itu mampu menceploskan dua gol dalam dua laga tim Prancis, sehingga ikut membawa sang ‘Ayam Jantan’ melaju ke babak perempat final.
Payet yang lahir di Saint Pierre, Reunion, Prancis, itu pertama kali membela timnas pada Kualifikasi Euro 2012 melawan Rumania dan Luksemburg pada Oktober 2010. Namun, ia tak pernah benar-benar mencicipi Piala Eropa.
Ia terakhir kali berseragam biru ketika melawan Albania, Juni 2015. Payet sempat pesimistis bisa masuk tim Euro 2016 karena persaingan sengit dengan para penyerang lain, seperti Benzema, Antoine Griezmann, Olivier Giroud, dan Anthony Martial.
Toh, akhirnya ia justru bisa menggusur Benzema dari skuat Prancis, bahkan mengguncang seisi Stade de France berkat gol-golnya. Ia membayar lunas kepercayaan Didier Deschamps serta mengukuhkan keyakinan bahwa pilihan sang pelatih atasnya tersebut sudah tepat.
Sayangnya, belum banyak debaran muncul dari aksi-aksi para youngster, wonderkid, maupun the next ‘bla bla bla’ layaknya kisah klasik Manchester United dengan Class of ’92, atau cerita sukses Barcelona bersama akademi La Masia, hingga pasukan muda Jerman yang menjadi tulang punggung timnasnya dalam menjuarai Piala Dunia 2014.
Hampir semua mata sebetulnya tertuju pada timnas Inggris dengan generasi baru mereka. Sebuah generasi yang dipandang banyak pihak siap merangsang kebangkitan <>the Three Lions yang sudah terpuruk di pentas internasional dalam 50 tahun terakhir. Sayangnya, Harry Kane, Delle Ali, Eric Dier, Marcus Rashford masih butuh waktu untuk meneguhkan rumus bahwa debutan itu mengguncang.
Tim ‘Tiga Singa’, yang di kualifikasi menang 100%, gagal melanjutkan laju kemenangan setelah dihambat Rusia dengan skor 1-1 di laga perdana. Toh itu tak menghentikan sama sekali harapan saya akan munculnya kilauan sinar para debutan.
Para pelatih, khususnya Hodgson, mestinya berani menjajal debaran Rashford. Ia perlu meniru manajer Tottenham Hotspur, Mauricio Pochettino, yang menjawab, "Saya tidak takut memainkan mereka, para youngster," saat ditanya wartawan ihwal strateginya membawa Spurs ke panggung tiga besar Liga Inggris 2015-2016. Mari nikmati debaran dan guncangan para debutan. (R-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved