Headline
Pertambahan penduduk mestinya bukan beban, melainkan potensi yang mesti dioptimalkan.
Pertambahan penduduk mestinya bukan beban, melainkan potensi yang mesti dioptimalkan.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
BEK Timnas Inggris Danny Rose mengaku sangat kesal dengan federasi sepak bola yang tidak bisa menghentikan isu rasis di ranah ini.
Padahal isu itu sangat mengganggu semua pihak, khususnya pemain, sehingga sanksi terhadap pelaku, klub, maupun penggemat yang terbukti bersalah harus berat dan menjerakan.
Pemain berusia 28 tahun itu juga mengecam para otoritas sepak bola karena menjatuhkan denda yang sangat sedikit kepada klub-klub dan negara-negara yang gagal mengendalikan penggemar mereka,.
"Aku sudah cukup. Saya hanya berpikir bahwa saya masih punya lima atau enam tahun lagi di sepak bola dan saya tidak sabar menantikan akhirnya tiba, melihat bagaimana hal-hal dilakukan dalam pertandingan saat itu apakah akan sama seperti saat ini atau lebih baik," terangnya dilansir AFP. Jumat (5/4).
Begitulah gambaran sikap frustrasi dan kemarahan Rose. Bahkan ia mengaku pasrah terhadap serangan isu rasial pada pertandingan lanjutan timnas Inggris di kualifikasi Piala Eropa 2020 melawan Montenegro, bulan lalu.
Baca juga: UEFA Minta Wasit Setop Pertandingan jika Terjadi Pelecehan Rasial
Meskipun Inggris meraih kemenangan 5-1 di Podgorica, Callum Hudson-Odoi dan Rose menjadi sasaran pelaku ujaran rasial yang menirukan suara monyet.
Rekan mereka, Raheem Sterling merayakan gol dengan mendekatkan telinga ke penggemar tuan rumah yang mengejek Hudson-Odoi dan Rose.
Sterling kemudian melampirkan gambar perayaan golnya itu di laman akun media sosialnya dan menuliskan keterangan yang berbunyi, "cara terbaik untuk membungkam para pembenci (maksudnya pelaku rasial)".
Sementara itu, Rose mengatakan hukuman terhadap pelaku aksi tidak terhormat itu sangat lemah sehingga tidak dapat membuat jera. Karenanya, wajar kejadian serupa terus berulang dan seakan menjadi hal biasa di sepak bola yang kabarnya mengampanyekan anti rasial dan menjunjung kesamaan derajat tersebut.
"Ada begitu banyak kepentingan politik dan lainnya di sepak bola dan saya tidak sabar untuk melihat akhirnya, saya jujur. Sebuah negara hanya dapat didenda sedikit uang karena menjadi rasis. Itu seperti lelucon," jelasnya.
Alasannya, kata Rose, serangan rasial tidak hanya terjadi kepada rekan-rekannya di timnas maupun klub namun juga menghantam dirinya dan itu berulang kali.
"Saya bermain di Serbia sekitar delapan tahun lalu dan itu terjadi di sana, jadi saya pikir itu kemungkinan hal itu bisa terjadi lagi, dan itu terjadi lagi dan lagi," pungkasnya. (OL-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved