Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Dari Inabah Ke Istijabah

Nasaruddin Umar Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta
22/5/2018 07:30
Dari Inabah Ke Istijabah
( Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar -- ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

TOBAT itu bertingkat-tingkat. Tentu kita berharap tobat yang dilakukan semakin jauh meninggalkan tobat dasar, tobat yang lazim dilakukan orang-orang awam. Tobatnya orang awam ialah bertobat setelah melakukan dosa besar.

Tobat semakin meningkat jika dosa-dosa kecil pun ditobatkan karena sadar bahwa dosa-dosa kecil yang menumpuk bisa menjadi dosa besar. Bulan suci Ramadan sebagai bulan pertobatan (syahr al-taubah) sebaiknya dimanfaatkan untuk melakukan pertobatan. Syukur kalau bisa menjalani tobat lebih tinggi.

Syekh Ibn 'Athaillah membedakan dua jenis tobat, yaitu tobat inabah dan tobat istijabah. Tobat inabah ialah sikap tobat seorang hamba yang didorong rasa takut terhadap dosa dan maksiat yang telah dilakukannya.

Alhasil, terbayang di benaknya kerugian besar di dunia dan siksa serta malapetaka Tuhan yang amat pedih di neraka. Dosa dan maksiat yang pernah dilakukannya membuatnya betul-betul takut kepada Allah SWT.

Dalam suasana takut seperti itu, ia menyerahkan diri, bertobat, dan memohon pengampunan kepada Allah. Ia selalu membayangkan api neraka yang akan menyiksa dirinya seandainya Allah tidak memaafkannya.

Siang dan malam selalu melakukan ketaatan kepada Allah dengan harapan amal kebajikan bisa mengikis habis segala dosa-dosanya, sebagaimana firman Allah: Inna al-hasanat yudzhibna al-sayyi'at (sesungguhnya amal kebajikan menghapuskan segala dosa). Sebesar apa pun dosa seseorang, pengampunan dosa jauh lebih besar.

Tobat istijabah merupakan bentuk tobat seorang hamba yang malu terhadap kemuliaan-Nya. Tobat dalam tahap ini tidak lagi membayangkan Allah SWT sebagai Maha Pembalas terhadap segala dosa dan maksiat sebagaimana dalam tahap tobat inabah.

Tobat istijabah ketika seseorang lebih merasa tersiksa rasa malu terhadap Tuhannya ketimbang panasnya api neraka-Nya. Yang membuat seseorang tersiksa ialah betapa pedihnya jika terbebani oleh rasa malu yang amat dalam terhadap Allah SWT.

Mestinya ia bersyukur dan mengabdi kepada Allah SWT dengan berbagai kenikmatan yang diperoleh dari-Nya, tetapi malah melakukan dosa dan maksiat. Itulah yang membuatnya tersiksa, kecewa, lalu menyesali dirinya karena tega melakukan sesuatu yang memalukan terhadap Tuhannya.

etesiksaannya lebih berat ketimbang ia masuk ke neraka. Seandainya disuruh memilih disiksa secara fisik di neraka atau terbebani oleh rasa malu terhadap Tuhannya, ia akan memilih disiksa di neraka ketimbang bahagia sesaat di dunia.

Mungkin pertanyaan mendasar kepada diri kita, jenis tobat apa yang kita miliki? Apakah kita sudah melakukan penyesalan terhadap dosa dan maksiat yang telah kita lakukan?

Apakah kita tergolong yang selalu membayangkan panasnya api neraka setelah melakukan dosa dan maksiat?

Apakah sudah terbetik rasa malu kepada Allah SWT setelah kita melakukan dosa?

Apakah telah muncul penyesalan mendalam dan bertekad untuk memutuskan segenap dosa-dosa dan maksiat langganan kita karena takut atau malu kepada Allah SWT?

Apakah kita telah mengganti langganan dosa dan maksiat itu dengan amal kebajikan? Atau kita sama sekali belum melakukan perubahan di dalam diri kita, dosa dan maksiat masih berjalan terus tanpa ada rasa penyesalan sedikit pun, na'udzu billah.

Tak terkecuali siapa pun di antara kita sepantasnya mengintip umur kita. Tanda-tanda ketuaan apa yang kita sudah miliki. Misalnya uban sudah bercampur di tengah rambut hitam kita, kemudian rasa ngilu di sekujur tulang persendian sebagai akibat gejala penuaan. Ada pula pembatasan-pembatasan apa yang diminta dokter kepada pribadi kita. Misalnya dokter meminta kita untuk membatasi asupan makanan tertentu dan mengurangi pergerakan fisik.

Pada bagian lain, lihatlah anak-anak kita yang sudah mulai besar dan membutuhkan figur keteladanan orangtua. Atau mungkin kita sudah memiliki cucu yang selalu mengidolakan kita?

Tataplah diri kita tanpa topeng kepalsuan. Apakah diri kita pantas diidolakan atau mereka semua terkecoh dengan topeng-topeng kepalsuan yang melekat pada wajah kita? Bisa jadi di depan mereka kita seperti malaikat, tetapi di luar sana kita seperti iblis.

Masyarakat modern sarat dengan tradisi hipokrasi dan kemunafikan. Hanya karena menginginkan jabatan atau harta, di antara mereka tega mengorbankan musuh-musuh. Tentu kita berharap semoga tobat kita diterima sepenuhnya oleh Allah SWT.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya