Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Kaum Hawa Langka dalam Pilkada

Putri Anisa Yuliani
26/2/2017 07:55
Kaum Hawa Langka dalam Pilkada
(ANTARA/M Agung Rajasa)

PESTA pemilihan kepala daerah serentak 2017 usai sudah. Di balik hiruk-pikuk perhelatan di 101 daerah itu, partisipasi politik perempuan tampak terpinggirkan.

Dalam Pilkada 2017, jumlah perempuan yang mengikuti kontestasi sebanyak 44 calon (7,4%) dari total 614 calon dengan rincian, yakni 38 calon melalui jalur partai dan 5 calon via jalur perseorangan. Dari 44 calon, yang lolos dalam pilkada sebanyak 13 orang.

Terkait hal itu, partai politik dinilai menjadi penyebab sedikitnya sosok perempuan dalam Pilkada 2017. “Partai tidak berperan menciptakan perempuan politikus karena perempuan masih dianggap pelengkap penderita dalam politik,” kata pengamat hukum tata negara Universitas Andalas Khairul Fahmi saat dihubungi kemarin.

Menurut Khairul, UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu memang mewajibkan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% pada kepengurusan partai politik tingkat pusat menjadi syarat kepesertaan pemilu. Namun, kewajiban itu, kata dia, tidak dibarengi sanksi.

“Sepanjang parpol tidak memberi fokus khusus untuk kaderisasi perempuan politikus dan perempuan yang ada dalam gerakan masyarakat sipil tidak turut masuk ke politik, proses pemilu dan pilkada masih akan gersang dari calon perempuan,” tutur mantan Komisioner KPU Agam, Sumatra Barat ini.

Senada, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini mengatakan kaderisasi dan rekrutmen perempuan di partai tidak sebaik laki-laki.

“Maka, tak heran semakin sulit bagi mereka (perempuan) merebut posisi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang sangat terbatas jumlahnya,” tandasnya.
Hal itu, kata dia, masih ditambah lagi tidak ada mekanisme afirmasi bagi perempuan dalam pelaksanaan pilkada seperti pada pemilu legislatif dengan kuota 30%.

Langkah lainnya, lanjut Titi, memberikan aturan spesifik bagi peruntukan dana parpol. “Dana tersebut paling sedikit 30% dialokasikan untuk pembiayaan aktivitas kaderisasi dan rekrutmen perempuan di dalam parpol,” jelas Titi.

Belum maksimal
Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Zulkifli Hasan menilai keterwakilan perempuan dalam pilkada serentak tahun ini belum maksimal.

Ia menepis jika ada intimidasi atau hambatan dari dalam parpol untuk kader perempuan.

Namun, politikus Partai NasDem Willy Aditya menyebut tidak terjadi krisis keterwakilan perempuan dalam kontestasi Pilkada 2017. Calon kandidat yang diusung Partai NasDem, kata dia, menang di 8 dari 15 daerah.

“Tidak krisis. Kecuali daerah-daerah yang sifatnya sangat patriarkal, seperti di Aceh dan Sumbar,” terangnya.

Dalam kontestasi pilkada, sambungnya, basis elektoral menjadi faktor utama bagi NasDem untuk menjaring kandidat. “Konsen kita bukan dia laki-laki atau perempuan, Kalau dia punya integrasi dan modal elektoral, pasti kita dukung,” tandas Wasekjen Partai NasDem ini.

Politikus PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari mengatakan partainya menggunakan metode gotong royong dalam pendanaan calon. “Metode pemenangan PDIP adalah gotong royong. Seharusnya ini menjadi insentif bagi pasangan calon perempuan,” ucapnya. (Nur/X-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya