Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
MANTAN pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Ketua Bidang Hukum PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas menyebut tindakan hakim konstitusi non aktif Patrialis Akbar yang diduga menerima suap dari pengusaha sebagai suatu penistaan terhadap UUD 1945.
"Kasus ini penistaan terhadap UUD dan itu bukan tanggung jawab tersangka saja tapi sacara institusi harus jadi pembelajaran yang terakahir oleh MK," ujar Busyro usai rapat pansel penasehat KPK di Gedung MK Jakarta, Senin (30/1).
Busyro menyatakan terungkapnya kasus Patrialis membuktikan jika kualitas dan proses pengawasan oleh internal MK melalui Dewan Etik MK tidak berjalan. Untuk itu ia menyerukan agar MK diawasi oleh lembaga eksternal.
"Sistem aturan dan proses pengawasan internal ternyata sudah dua kali bobol kan. Tidak bisa lagi kewenangan otonom MK saja, sudah perlu ada keterlibatan unsur publik," ucap Busyro.
Pengawas eksternal, usul Busyro, tidak hanya dilakukan oleh Komisi Yudisial, tetapi juga melibatkan unsur masyarakat yang kompeten, berintegritas, dan mempunyai komitmen menjaga MK dari praktek menyimpang.
Adapun mantan Ketua MK Mahfud MD meminta kasus Patrialis tidak dikait-kaitkan dengan agama, pilkada, dan isu lainnya, sebab kasus Patrialis merupakan murni kasus hukum. "Ini kan sudah mau dibawa kemana-mana seakan-akan ini untuk kepentingan parpol tertentu," tukasnya.
Padahal, lanjut Mahfud, OTT yang selama ini dilakukan KPK tidak menyasar oknum partai tertentu sebab hampir seluruh partai anggotanya atau mantan anggotanya pernah diciduk KPK.
"Di PDIP ada Damayanti, NasDem ada Rio Capella, dari semua ada. Jadi ini tidak ada sesuatu pun yang diskriminasi. Ini tidak ada kaitannya dengan parpol," jelasnya. (OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved