Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

Presiden Belum Terima Surat Pemberhentian Patrialis

Desi Angriani
27/1/2017 23:23
Presiden Belum Terima Surat Pemberhentian Patrialis
(MI/PANCA SYURKANI)

PRESIDEN Joko Widodo belum menerima surat pemberhentian Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar. Presiden masih menunggu surat dari MK sebelum mencari penggantinya.

"Sampai hari ini belum diterima surat pemberhentian sementara dari hakim konstitusi yang dijadikan tersangka oleh KPK," kata Juru Bicara Presiden, Johan Budi, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (27/1).

Johan menuturkan, Presiden tak bisa serta merta mencari pengganti Patrialis tanpa menerima surat pemberhentian dari MK. Prosedur pergantian hakim harus melalui mekanisme yang sudah ditetapkan Pemerintah. "Bukan soal melengserkan, tapi ada prosedur bakunya," ujarnya.

Johan enggan menanggapi judicial review yang menjadi perkara kasus Patrialis. Namun, bila ada pihak yang menginginkan revisi, itu menjadi domain DPR dan Pemerintah.

"Saya belum ada informasi soal itu tapi kalau ada komponen masyarakat atau pihak-pihak yang ingin meminta atau menginginkan revisi, itu kan di DPR dan Pemerintah," kata mantan jubir KPK ini.

KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan suap kepada hakim MK. Selain Patrialis, ada tiga tersangka lainnya, masing-masing Kamaludin, Basuki Hariman selaku pengusaha importir daging, dan Ng Fenny selaku sekretaris Basuki.

Basuki sebagai pengusaha impor daging sapi diduga menyuap Patrialis melalui Kamaludin selaku temannya sebagai perantara. Suap ini diberikan agar MK mengabulkan judicial review UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Patrialis diberikan hadiah sebanyak menerima hadiah sebanyak USD 20 ribu dan 200 ribu dolar Singapura. Fulus diberikan bertahap sebanyak tiga kali.

KPK juga mengamankan sejumlah dokumen pembukuan dari perusahaan, voucher pembelian mata uang asing dan draft perkara bernomor 129/PUU-XIII/2015.

Patrialis dan Kamaludin diduga sebagai penerima suap dijerat dengan Pasal 12c atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) seperti diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sedangkan, Basuki dan Fenny diduga sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke1 KUHP. MTVN/OL-2



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik