Headline

Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Kekosongan Peraturan Leluasakan Ormas

Richaldo Y Hariandja
21/1/2017 03:23
Kekosongan Peraturan Leluasakan Ormas
(MI/PERMANA)

DI masa sekarang terdapat banyak organisasi kemasyarakatan (ormas) yang dikeluhkan sudah memiliki ideologi melenceng.

Hal itu mengusik Mahkamah Konstitusi (MK) yang sebenarnya juga memiliki peran sebagai penjaga ideologi negara.

"Selama ini kita hanya dipandang sebagai penjaga konstitusi, padahal kita juga memiliki peran sebagai penjaga ideologi," ujar Ketua MK Arief Hidayat dalam kunjungan ke kantor Media Group, kemarin.

Sayangnya, peran tersebut tidak disertai wewenang bagi MK untuk membubarkan ormas yang dinilai melenceng.

Bahkan, saat ini tengah terjadi kekosongan peraturan.

Undang-undang yang ada hanya mengatur bahwa pembubaran ormas dapat dilakukan jika anggota atau pimpinan ormas melakukan pelanggaran hukum.

"Padahal perbedaan ideologi juga akan berbahaya bagi negara," cetus Arief.

Arief memaparkan, MK memiliki kewenangan untuk menilai kalangan yang memiliki ideologi berbeda dengan yang dianut negara.

Hanya saja, lanjut dia, wewenang tersebut baru sebatas pada partai politik.

Kemudian, kewenangan untuk membubarkan dimiliki MK di beberapa negara.

"Jika melihat MK di Korsel dan Turki, mereka sudah membubarkan parpol yang mereka anggap melanggar hukum. Tapi untuk ormas, kita belum ada wewenang," imbuh Arief.

Lebih jauh, Arief menyarankan agar dilakukan revisi Undang-Undang No 17 Tahun 2013 tentang Ormas atau bahkan amendemen terkait dengan wewenang MK agar dapat menjangkau ormas sebagai bagian dari tugas menjaga ideologi.

Seruan untuk membubarkan ormas-ormas yang bertentangan Pancasila belakangan menguat.

Koalisi mahasiswa, misalnya, mendesak pemerintah bertindak tegas.

Mereka berasal dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia (Hikmahbudhi), dan Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI).

Ketua Umum PB PMII Aminuddin Ma'ruf dalam konferensi pers kemarin menyatakan sepak terjang ormas anti-Pancasila memecah belah keutuhan dan kedamaian Indonesia dan memicu konflik horizontal.

Ormas-ormas itu cenderung memprovokasi masyarakat untuk memaksakan kehendak.

Forum Aspirasi Indonesia (FAI) pun berencana menggelar unjuk rasa guna meminta pembubaran ormas-ormas radikal.

Menurut Petrus Selestinus, salah satu penggagas FAI, aksi tersebut sebagai bentuk kontra wacana terhadap aksi-aksi intoleransi yang marak terjadi belakangan, khususnya di Ibu Kota.

"Jakarta dan Jawa itu baro-meter di daerah. Kalau aksi-aksi intoleransi terus terjadi, bisa diikuti di daerah. Indonesia itu negara besar. Mayoritas di sini bisa jadi minoritas di daerah lain. Jadi, jangan terus memprovokasi," ujarnya dalam rapat konsolidasi aksi keberagaman FAI di Menteng, Jakarta, kemarin.


Jangan memaksa

Pada kesempatan terpisah Wakil Presiden Jusuf Kalla menekankan pemerintah menghargai penyampaian aspirasi ormas yang dilakukan secara damai dan tidak mengganggu kepentingan publik.

"Tidak ada yang boleh memaksa dan pemerintah tidak akan mengikuti paksaan itu. Kalau yang memaksa seperti itu, polisi akan menindak secara hukum," tandas Kalla di Kantor Wapres, Jakarta. (Pol/Deo/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya