Headline
Istana minta Polri jaga situasi kondusif.
GURU Besar Ilmu Kebijakan dan Manajemen Pembangunan Universitas Airlangga, Sulikah Asmorowati mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang secara resmi melarang wakil menteri (wamen) rangkap jabatan merupakan hal yang tepat untuk menerapkan prinsip pemerintahan yang baik (good governance).
“Itu adalah keputusan yang sangat tepat karena undang-undang dan aturan memang tidak diperkenankan untuk adanya rangkap jabatan dalam konteks tertentu, dan presiden dapat memberhentikan menteri dan wakil menteri jika ada yang melanggar dengan rangkap jabatan,” katanya saat dikonfirmasi pada Kamis (28/8).
Sulikah menjelaskan dari sisi etika politik dan pemerintahan, praktik rangkap jabatan wakil menteri telah melanggar prinsip-prinsip profesionalisme dan dapat mengundang konflik kepentingan serta membuka celah korupsi kolusi dan nepotisme.
“Seharusnya seorang menteri itu bisa berfokus pada kementeriannya, namun kemudian harus terkonsentrasi kepada hal lain, misalnya sebagai direksi atau komisaris. Itu akan mengancam ataupun bisa menurunkan profesionalisme dan potensi penyalahgunaan wewenang,” imbuhnya.
Menurut Sulikah, rangkap jabatan dalam suatu organisasi besar pada tataran negara tidak dibenarkan karena akan mengancam produktivitas individu dan organisasi yang dikelola dalam hal ini kementerian.
“Kalau satu orang rangkap jabatan artinya division of label-nya tidak jelas dan pembagian perannya jadi rangkap, sehingga bisa membuatnya wakil menteri itu tidak profesional dan kebingungan dalam menjalankan tugasnya,” ungkapnya.
Selain itu, Sulikah menekankan bahwa organisasi adalah sistem yang terdiri dari elemen dan bagian yang saling berinteraksi, dan jika seseorang memegang posisi rangkap (merangkap jabatan), hal itu berpotensi menimbulkan konflik dan inefisiensi dalam sistem tersebut karena tumpang tindih tanggung jawab atau fokus yang terbagi.
“Jadi dengan adanya putusan MK ini, memungkinkan organisasi pemerintah khususnya Kementerian untuk bisa memprioritaskan efisiensi dan kejelasan dalam struktur organisasi, baik kementerian maupun organisasi rangkap jabatan sebagai direksi atau direktur dan lainnya,” jelasnya.
Lebih jauh, Sulikah mengungkapkan dengan tidak adanya rangkap jabatan jug akan mencegah tumpang tindih pekerjaan (overlay) karena setiap orang termasuk wakil menteri akan memiliki peran dan tanggung jawab yang jelas.
“Dengan tidak merangkap jabatan, ada peran dan tanggung jawabnya secara jelas. Jadi setiap orang benar-benar tahu tugas dan kewajibannya masing-masing,” pungkasnya.
Sebelumnya, MK dalam putusannya mengabulkan sebagian gugatan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. MK resmi melarang wakil menteri atau wamen rangkap jabatan.
Putusan itu dibacakan Ketua MK Suhartoyo dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Kamis (28/8). Perkara nomor 128/PUU-XXIII/2025 tersebut diajukan oleh advokat bernama Viktor Santoso Tandiasa dan driver online bernama Didi Supandi.
“Amar putusan mengadili mengabulkan permohonan dengan pemohon I untuk sebagian dan menyatakan pasal 23 Undang-Undang Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara bertentangan dengan UUD NRI dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat secara bersyarat,” kata Suhartoyo dalam putusannya.
Pada bagian pertimbangan hukumnya, Mahkamah yang merupakan ratio decidendi telah memuat judicial order yang menempatkan kedudukan wakil menteri sebagai pejabat negara yang sama dengan jabatan menteri. Dalam kajian ini, pertimbangan hukum dimaksud ditindaklanjuti sejak pengucapan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 80/PUU-XVIl/2019.
“Berkenaan dengan hal tersebut, larangan rangkap jabatan bagi wakil menteri didasarkan pada pertimbangan bahwa sebagai pejabat negara wakil menteri harus fokus pada beban kerja yang memerlukan penanganan secara khusus di kementerian,” jelas Suhartoyo.
Selain itu, Suhartoyo menilai bahwa dasar pertimbangan itu juga yang menjadi alasan kebutuhan pengangkatan wakil menteri pada kementerian tertentu, sehingga dengan sendirinya jabatan wakil menteri tidak diperbolehkan rangkap jabatan sebagaimana maksud norma Pasal 23 UU 39/2008.
“Hal demikian tidak berarti dengan sama-sama berstatus sebagai pejabat negara, menteri dan wakil menteri tidak perlu dikhawatirkan akan menimbulkan dualisme kepemimpinan di kementerian,” jelasnya.
Oleh karena itu, lanjut Suhartoyo, sebagaimana telah dipertimbangkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 80/PUU-XVII/2019, sebagai konsekuensi kedudukan wakil menteri juga sebagai pejabat negara, fasilitas wakil menteri harus dipenuhi secara proporsional sesuai dengan jabatannya.
Lebih jauh, MK memberi tenggat waktu bagi pemerintah selama 2 tahun untuk melakukan penyesuaian terhadap putusan ini. Selain itu, MK memerintahkan agar fasilitas wamen sebagai pejabat negara dipenuhi secara proporsional sesuai jabatannya. (Dev/M-3)
MK resmi melarang wakil menteri atau wamen rangkap jabatan dan diberi waktu 2 tahun untuk terapkan aturan
ANGGOTA Komisi VI DPR RI, Nasim Khan mendukung rencana Presiden Prabowo Subianto untuk menghapus tantiem bagi komisaris badan usaha milik negara (BUMN).
Ia menambahkan pemangkasan anggaran TKD akan memberikan dampak signifikan pada berbagai aspek pembangunan dan pelayanan publik di daerah.
PENURUNAN daya saing Indonesia di tingkat global dinilai mengkhawatirkan. Terlebih penurunan daya saing itu utamanya disebabkan oleh penurunan peringkat efisiensi pemerintah.
PENURUNAN tajam peringkat daya saing Indonesia dalam laporan IMD World Competitiveness Ranking 2025 tidak lepas dari merosotnya efisiensi pemerintah dan efisiensi bisnis.
Hal yang harus dipertimbangkan dalam melakukan kegiatan adalan kualitas layanan serta ketersediaan anggaran
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved