Headline
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
MELEMAHNYA institusi penegak hukum dan maraknya praktik korupsi, serta mencuatnya kasus-kasus pelanggaran hukum yang menyita perhatian, membuat publik sulit untuk menilai positif kinerja pemerintah pada bidang penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.
Peneliti dari Pusat Studi Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Saksi FH Unmul), Herdiansyah Hamzah, menilai selama 10 bulan pemerintahan Prabowo berjalan, komitmen penegakan hukum dan pemberantasan korupsi masih sekadar gimmick dan dilakukan setengah hati.
“Penilaian yang paling tepat sebenarnya bukan buruk lagi, tapi sangat buruk. Sebab ada banyak tindakan-tindakan, keputusan-keputusan Prabowo yang jauh dari semangat pemberantasan tindak pidana korupsi itu. Jadi komitmen korupsi menjadi pertanyaan bagi publik,” katanya pada Selasa (26/8).
Herdiansyah mengatakan saat Prabowo memilih beberapa orang bermasalah hukum untuk masuk ke dalam kabinetnya, hal itu menandakan bahwa tidak ada komitmen awal pemerintahaannya terhadap penegakan hukum.
“Ada banyak nama, saya nggak perlu sebut satu per satu, saya pikir publik juga paham itu. Jadi bagaimana mungkin Presiden dianggap punya komitmen pemberantasan korupsi, kalau dia sendiri juga memasukkan orang-orang yang secara historis rekam jejak punya masalah dengan korupsi? Itu anomali banget,” tukasnya.
Selain itu, Herdiansyah menilai berbagai pidato Prabowo dalam berbagai kesempatan terkait semangat antikorupsi memang bagus. Namun, hal itu terasa paradoksal ketika disandingkan dengan kebijakan yang diberlakukan, seperti pemberian amnesti ataupun pembebasan bersyarat bagi orang-orang yang terjerat korupsi.
“Ada banyak pernyataan-pernyataan Prabowo juga yang kita anggap bermasalah. Sebagai contoh, Prabowo sempat menyampaikan gagasan soal amnesti dan abolisi bagi pidana korupsi asalkan dia mengembalikan uang negara. Dan dia ingin mengampuni para koruptor-koruptor itu. Prabowo ini sebenarnya gimmick dalam urusan pemberantasan pidana korupsi,” ungkapnya.
Herdiansyah menekankan bahwa berbagai kebijakan tersebut tidak banya menandakan buruknya pemberantasan korupsi di era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, namun juga mengalami kemunduran yang luar biasa.
“Jadi kalau kita mau berikan pengukuran penilaian terhadap komitmen Prabowo terhadap pemberantasan korupsi selama 10 bulan bukan buruk saja, tapi sangat buruk,” tegasnya.
Herdiansyah menyebut jika Prabowo tidak mau disematkan hanya gimmick semata dalam pemberantasan korupsi, ia mendorong agar dilakukan pembenahan pada sektor penegakan korupsi, salah yang berada pada daftar tertinggi dan prioritas adalah mengembalikan independensi KPK seperti awal sebelum terjadi revisi UU KPK pada 2019.
“Kalau Prabowo memang punya komitmen soal korupsi, ya mestinya dia mengembalikan KPK sebagaimana KPK yang dikehendaki oleh publik dan bekerja atas nama kepentingan publik, tidak seperti sekarang. Tapi Prabowo tidak pernah mewacanakan itu. Jadi ini memberikan pesan bahwa Prabowo tidak punya prestasi dalam pemberantasan korupsi,” pungkasnya. (Dev/P-3)
Prabowo belum mau menyebutkan kapan pengisian kursi wakil menteri ketenagakerjaan itu akan diumumkan.
Presiden Prabowo Subianto untuk pertama kalinya menanggapi kasus dugaan korupsi yang menyeret mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer atau Noel.
PAKAR Politik, Ray Rangkuti menganalisis operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap Eks Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer alias Noel.
Hashim Djojohadikusumo mengaku kurang nyaman karena Presiden Prabowo Subianto, yang juga kakak kandungnya, adalah orang yang menganugerahi tanda kehormatan itu.
Presiden Prabowo menganugerahkan Bintang Mahaputera kepada tokoh Board Prasasti di Istana Negar
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved