Headline

Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.

Teror IS semakin Nyata

Golda Eksa
21/10/2016 06:20
Teror IS semakin Nyata
(ANTARA/Muhammad Iqbal)

PENYERANGAN terhadap tiga anggota Polri oleh Sultan Azianzah, 22, di Kota Tangerang, Banten, kemarin, menegaskan aksi teror yang terkait dengan Islamic State (IS) di Indonesia semakin nyata.

Indikasi keterkaitan pelaku dengan kelompok teroris tersebut amat kuat karena sebelum menyerang, yang bersangkutan menempelkan stiker IS di Pos Lalu Lintas Cikokol, Jl Perintis Kemerdekaan, Kota Tangerang.

Akibat serangan Sultan dengan golok, Kapolsek Tangerang Kota Komisaris Effendy, Kanit Dalmas Polres Metro Tangerang Iptu Bambang Haryadi, dan anggota Satlantas Polsek Benteng Tangerang Bripka Sukardi, mengalami luka.

Pelaku yang membawa dua bom pipa tetapi tidak sempat meledak kemudian ditembak di bagian kaki dan perut.

Ia meninggal dalam perjalanan dari RSUD Tangerang ke RS Polri Kramat Jati karena kehabisan darah.

Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai mengatakan aksi penyerangan yang terjadi di ruang publik, termasuk yang dilakukan Sultan, membuktikan teror IS semakin nyata di Indonesia.

"Seperti kejadian bom tahun lalu di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, itu kan kaitannya langsung dengan IS," ujarnya.

Menurutnya, munculnya IS membuka ruang bagi sel-sel teroris di Indonesia seperti Jemaah Islamiyah (JI), Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), serta puluhan kelompok lain yang sifatnya home group berkiblat ke kelompok teroris yang berbasis di Irak dan Suriah tersebut.

Karena itu, tegas Ansyaad, semua pihak mesti meningkatkan kewaspadaan.

Pengamat terorisme Al Chaidar mengamini kejadian di Tangerang, kemarin, menunjukkan teror IS di Indonesia bukan isapan jempol. Ia bahkan menyebut Sultan murni anggota IS, bukan sekadar simpatisan.

"Dia orang IS yang tidak distrukturkan. Dia memang disebut lone wolf yang direkrut dengan cara-cara atau sistem yang istilahnya jual putus. Jadi, tidak akan diketahui lagi siapa perekrutnya."

Umumnya, imbuh Al Chaidar, kelompok ekstrem itu menjaring anak muda fanatik melalui jejaring sosial.

Setelah proses radikalisasi dirasa cukup, mereka dilepas dan dibiarkan sendiri untuk beraksi.

Karena itu pula, tidak aneh jika pelaku seperti Sultan membawa kartu identitas seperti KTP, SIM, atau kartu NPWP.

"Karena kalau tertangkap tidak bisa dilacak patronnya."

Sebelum meninggal, Sultan yang diperiksa di ruang perawatan rumah sakit mengaku menyerang polisi karena ingin mendapatkan pistol untuk membunuh anshorut thogut (sebutan kelompok radikal buat polisi, tentara, dan ulama yang mereka anggap sebagai pendukung thogut).

Ia juga mengaku telah mencuri peluru milik kakaknya yang bertugas di Polres Metro Tangerang.


Didalami

Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul menjelaskan polisi telah meminta keterangan kakak pelaku yang juga anggota kepolisian.

Diketahui, Sultan suka menyendiri serta senang berselancar di dunia maya.

Polisi juga akan mendalami informasi bahwa pelaku pernah bergabung dengan Daulah Islamiyah di Ciamis, Jawa Barat.

"Memang ada informasi seperti itu, tapi belum (bisa dipastikan), masih didalami dulu," ujar Martinus.

Juru bicara BNPT Irfan Idris mengatakan hingga kini pihaknya belum mengetahui latar belakang pelaku teror di Tangerang.

Mereka masih menunggu hasil pengusutan oleh kepolisian perihal kemungkinan keterkaitan Sultan dengan jaringan teroris.

Ketua Setara Institute Hendardi mendesak Polri dan BNPT mengedepankan kewaspadaan berkelanjutan.

Selama ini, kata dia, kewaspadaan menguat hanya setelah aksi teror terjadi, tapi kemudian kembali melemah. (Nic/SM/X-9)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya