Isu SARA tidak Laku di Jakarta

Erandhi Hutomo Saputra
12/10/2016 20:52
Isu SARA tidak Laku di Jakarta
(MI/MOHAMAD IRFAN)

ISU suku, ras, agama, dan antargolongan (SARA) dalam Pilkada DKI Jakarta rupanya tidak terlalu dipedulikan oleh masyarakat Jakarta. Mereka lebih peduli dan menilai pemimpin berdasarkan visi, misi, serta program pasangan calon.

Dari survei yang dilakukan Populi Center pada September lalu, terbukti jika indikator masyarakat Jakarta dalam memilih berdasarkan visi, misi, dan program kerja yakni 39.2%, indikator selanjutnya adalah kesukaan dengan tokoh paslon 29,8%, dan suka dengan sifat dan gaya kepemimpinan 13,3%.

"Karena faktor kesamaan agama hanya 5%," ujar Direktur Populi Center, Usep Ahyar dalam diskusi dengan tema kampanye hitam dan perilaku pemilih di DKI Jakarta di PBNU Jakarta, Rabu (12/10).

Berubahnya pilihan pemilih terhadap pasangan calon pun, kata Usep, mayoritas bukan karena ajakan tokoh agama atau tokoh masyarakat tertentu. Sebanyak 55,5% karena masalah korupsi dan 19,2% karena visi dan misi.

"Baru soal ajakan akibat keterkaitan identitas sosial yang hanya 6,8%," ucapnya.

Dalam survei tersebut, sebesar 49,8% masyarakat Jakarta juga tidak keberatan jika memiliki Gubernur yang nonmuslim.

Usep menambahkan, dalam survei itu juga terungkap jika masyarakat Jakarta tidak mempedulikan kegaduhan kampanye hitam yang menyerang SARA dalam media sosial. Pasalnya media sosial hanya dipercaya oleh 7,2% masyarakat Jakarta, pemilih masih lebih mempercayai iklan TV sebanyak 68.2%

"Masyarakat tahu persis kampanye hitam di media sosial sumbernya tidak bisa dipertanggung jawabkan, fakta yang tidak jelas," cetusnya.

Dari hasil survei tersebut, Usep menyebut masyarakat Jakarta merupakan pemilih yang rasional yang tidak mudah dihasut oleh isu SARA.

Di tempat yang sama, anggota Bawaslu DKI Jakarta Muhammad Jufri mengatakan sudah ada aturan dalam Pasal 69 UU Pilkada yang melarang pasangan calon untuk menggunakan isu SARA dalam Pilkada, termasuk dalam dunia maya. Jika dilanggar, pasangan calon akan terancam pidana pemilu yang aturannya diatur dalam Pasal 187 ayat 2 UU Pilkada dengan pidana penjara maksimal 18 bulan.

Untuk mengawasi akun-akun yang menggunakan isu SARA namun tidak terdaftar di KPUD DKI Jakarta nantinya, Bawaslu mengaku telah bekerja sama dengan Polda Metro Jaya yang ikut memantau media sosial.

"Kami sudah kerjasama dengan Polda Metro untuk menelusuri akun yang melakukan kampanye menghasut dan mengadu domba. Jika ada akun-akun kampanye yang melakukan kampanye hitam, kami dengan polisi akan menelusuri," tegasnya. (OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya