Dipermainkan Pengembang, Taufik, dan Stafnya, Ahok Murka

Erandhi Hutomo Saputra
25/7/2016 22:53
Dipermainkan Pengembang, Taufik, dan Stafnya, Ahok Murka
(Dok. MI)

GUBERNUR DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) merasa dipermainkan oleh pengembang reklamasi, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Muhammad Taufik, dan salah seorang stafnya yang merupakan Kepala Biro Tata Kota dan Lingkungan Hidup Setda DKI Jakarta, Vera Revina Sari.

Kekesalan Ahok itu ia tumpahkan saat menjadi saksi untuk terdakwa Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Land (APL), Ariesman Widjaja dalam kasus suap rancangan Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP) yang melibatkan anggota Balegda DKI Jakarta, Muhammad Sanusi.

Kekesalan Ahok kepada pengembang dalam hal ini PT Agung Podomoro Land dikarenakan perusahaan properti tersebut telah mengkhianatinya terkait perjanjian tambahan kontribusi sebesar 15 persen. Ahok menyebut, para pengusaha yang mendapatkan izin prinsip reklamasi telah setuju untuk memberikan tahapan kontribusi 15 persen, persetujuan itu ditandatangani antara dirinya dengan para pengembang di Pantai Mutiara pada 18 Maret 2014, dalam pertemuan itu juga terdapat Ariesman yang juga ikut menandatangani tambahan kontribusi 15 persen.

Ahok menyebut perjanjian itu meminta pengembang untuk ikut berperan dalam menanggulangi banjir di kawasan utara Jakarta antara lain dengan pembersihan Waduk Pluit, pengerukan sungai, peninggian tanggul, jalan inspeksi, menyediakan dan membangun rumah pompa, sekaligus membangun rusun-rusun, syarat tersebut harus dipenuhi sebelum dirinya mengeluarkan izin pelaksanaan reklamasi. Namun PT APL bermain mata dengan DPRD DKI yang meminta agar tambahan kontribusi 15 persen dihapus dalam raperda.

"Saya hanya berpikir kalau udah terbukti di pengadilan, berarti mereka (PT APL) menusuk saya dari belakang. Sudah janji sama saya kok diam-diam nusuk saya, tiba-tiba main mata dengan DPRD, di depan saya manis-manis setuju mau bayar (tambahan) kontribusi,” cetus Ahok saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (25/7).

Selain pengembang, Ahok juga menganggap Muhammad Taufik sebagai pembohong. Hal it ia utarakan saat Jaksa KPK Ali Fikri menanyakan apakah dirinya pernah berkata kepada Taufik sebelum sidang paripurna jika tambahan kontribusi itu sala seperti merampok pengusaha, dengan tegas Ahok membantah pernyataan Taufik dalam persidangan sebelumnya.

“Menurut Taufik katanya pernah disampaikan ke Anda soal tambahan kontribusi dan anda bilang ini kalau seperti ini sama saja merampok swasta?,” tanya Jaksa Ali.

“Kalau saya sampaikan seperti itu saya tidak mungkin notot berantem dengan mereka (Taufik) ajukan disposisi ‘gila’ itu. Justru saya kesal kenapa mereka tidak mau bantu saya, kan ini utk masyarakat Jakarta, untuk bangun tanggul, trototar. Mereka mewaikii pengembang atau siapa, aneh aja DPRD kalau kayak gitu,” ungkapnya.

Disposisi yang dimaksud Ahok adalah disposisi yang ia berikan kepada Kepala Bappeda Tuty Kusumawati untuk disampaikan kepada Taufik saat melakukan pembahasan. Disposisi itu muncul karena Taufik merubah tambahan kontribusi 15 persen yang sebelumnya disepakati diatur di Pergub lalu kemudian dirubah menjadi tambahan kontribusi 15 persen dihitung dari kontribusi wajib 5 persen.

“Bagi saya Pak Taufik ini bohong, saya percaya tidak mungkin Bu Tuty bohong, ini orang jujur,” tukasnya.

Ahok juga murka dengan Kepala Biro Tata Kota dan Lingkungan Hidup Setda DKI Jakarta, Vera Revina Sari. Murkanya Ahok dikarenakan Vera mengatakan dalam persidangan sebelumnya jika tambahan kontribusi 15 persen tidak memiliki dasar hukum, padahal analisis dasar hukum penentuan tambahan kontribusi tersebut berasal dari Vera sendiri.

Saat itu, kata Ahok, Vera menyampaikan jika dasar hukum tambahan kontribusi itu ada di Keppres Nomor 52 tahun 1995 tentang Pelaksanaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta yang kemudian turunannya tertuang dalam perjanjian kerjasama tahun 1997 antara Badan Pelaksana Reklamasi Pantai Utara Jakarta dengan PT Manggala Kriya Yudha pada 16 September 1997.

Pada Pasal 1 huruf S perjanjian itu disebutkan, kontribusi adalah sumbangan pihak kedua berupa uang dan atau fisik infrastruktur di luar area pengembangan dalam rangka menata kawasan pantai utara Jakarta. Jawaban itu membuat Ahok ingin memecat Vera namun ia terhalang aturan yang tak memperbolehkan dirinya melakukan promosi dan mutasi pejabat jelang Pilkada.

“Itu (analisa dasar hukumnya) yang buat bu Vera. Kalau punya hak itu selesai sidang saya pecat dia. Saya tanya dasar hukumnya apa, dijawab Keppres 95 lalu di perjanjian 97, tapi di depan hakim tidak tahu semua, saya bilang ini kurang ajar,” tukasnya.

Meski begitu, Ahok yakin dengan diskresinya karena hal itu pernah dilakukan sesuai perjanjian tahun 1997 tersebut. Pasalnya tidak mungkin Pemda membangun seluruh infrastruktur dengan uang APBD.

“Itu diskresi, hak saya. Kalau saya mau menghilangkan 15 persen, malah saya dicurigai main mata dengan DPRD dan pengembang,” pungkas Ahok. (OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Widhoroso
Berita Lainnya