Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
TERPIDANA mati kasus narkoba Merry Utami dilaporkan menempati sel isolasi di Lembaga Pemasyarakatan Besi, Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, setelah dipindah dari LP Wanita, Tangerang, Banten.
“Berdasarkan laporan yang kami terima, dia (Merry Utami) masuk di sel isolasi LP Besi untuk masa pengenalan lingkungan karena dia masih baru,” kata Koordinator LP se-Nusakambangan dan Cilacap, Abdul Aris, saat dihubungi, kemarin.
Kendati demikian, ia enggan memastikan pemindahan terpidana mati Merry Utami dari LP Wanita, Tangerang, ke Pulau Nusakambangan. “Kami hanya menerima saja. Kalau terkait dengan eksekusi, ja-ngan tanya saya, silakan tanya Jaksa Agung,” kata dia yang juga Kepala LP Batu, Pulau Nusakambangan.
Merry Utami yang dibawa dari Tangerang menggunakan bus Transpas tiba di Dermaga Wijayapura (tempat penyeberangan khusus menuju Pulau Nusakambangan) di Cilacap, Minggu, pukul 04.30 WIB, dengan pengawalan personel Brimob.
Sesampainya di Dermaga Wijayapura, mobil Transpas tersebut langsung masuk ke halaman dalam tempat penyeberangan khusus itu dan selanjutnya Merry Utami dipindahkan ke Kapal Pengayoman VI menuju Pulau Nusakambangan.
Merry Utami ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta karena membawa 1,1 kilogram heroin dan divonis mati oleh Pengadilan Negeri Tangerang pada 2003.
Pemindahan Merry Utami diduga terkait dengan pelaksanaan eksekusi hukuman mati yang diperkirakan dalam waktu dekat karena di tujuh LP Nusakambangan, selama ini tidak ada satu pun perempuan narapidana.
Pada pelaksanaan eksekusi mati sebelumnya, pemindahan terpidana mati yang berjenis kelamin perempuan ke Pulau Nusakambangan dilaksanakan beberapa hari menjelang eksekusi. Seperti Rani Andriani, yang dieksekusi pada tahap pertama dan Marry Jane yang batal dieksekusi pada tahap kedua.
Kaji ulang
Koordinator Peneliti Imparsial Ardi Manto Adiputra meminta Presiden Joko Widodo mengevaluasi proses hukum terpidana yang potensial masuk daftar eksekusi mati gelombang III. Pasalnya, proses hukum yang sesat masih kental di kepolisian, kejaksaan, hingga pengadilan. Hukuman mati pun mestinya tak dilakukan selama itu masih rentan terjadi.
Ia menyampaikan, salah satu kasus yang sangat kuat indikasi rekayasa kasusnya ialah kasus terpidana mati Zulfiqar Ali. Warga negara Pakistan itu dipidana hukuman mati karena dituding memiliki 300 gram heroin.
Indikasi rekayasa itu di antaranya penangkapan tanpa surat perintah, itu pun dikirim beberapa hari kemudian, dimintai uang damai oleh penyidik, proses pemeriksaan yang tidak didampingi kuasa hukum dan penerjemah, penyiksaan di tahanan kepolisian, dan pencabutan kesaksian yang memberatkan Zulfiqar.
Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf mengaku sudah bertemu dengan Ifdhal Kasim dari Deputi Hukum dan HAM Kantor Staf Kepresidenan tentang rencana eksekusi mati. Menurutnya, ada komitmen untuk mengevaluasi terpidana mati yang diduga direkayasa.
Menurut pengacaranya, Zulfiqar Ali dikabarkan masuk daftar terpidana mati yang bakal dieksekusi. Namun, Jaksa Agung sejauh ini belum memberi kepastian soal daftar dan waktu eksekusi itu. (Kim/Ant/P-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved