Headline

Tingkat kemiskinan versi Bank Dunia semakin menjauh dari penghitungan pemerintah.

Fokus

Perluasan areal preservasi diikuti dengan keharusan bagi setiap pemegang hak untuk melepaskan hak atas tanah mereka.

Indonesia Abaikan Hasil Sidang soal PKI

21/7/2016 07:35
Indonesia Abaikan Hasil Sidang soal PKI
(Antara/Puspa Perwitasari)

KEPUTUSAN final Pengadilan Rakyat Internasional (International People’s Tribunal) terkait dengan kasus 1965 menyebut Indonesia harus bertanggung jawab terhadap 10 tindakan kejahatan HAM berat yang terjadi pada 1965-1966. Namun, pemerintah menegaskan tidak akan menghiraukan hasil sidang rakyat yang digelar di Belanda tersebut.

Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan Indonesia tak akan mengakui apa pun putusan International People’s Tribunal yang diselenggarakan di Den Haag, Belanda. Menurutnya, Indonesia ialah bangsa besar yang mengetahui cara menyelesaikan persoalannya sendiri.

Ia meminta pihak lain tak perlu ikut campur. “Apa urusan dia? Indonesia punya sistem hukum sendiri. Saya tak ingin orang lain dikte bangsa ini. Bangsa ini bangsa besar. Kami menyelesaikan dengan cara kita dengan nilai-nilai univeral,” ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin.

Pendapat senada disampaikan Menteri Pertahanan Ryami­zard Ryacudu. Ia menegaskan pemerintah Indonesia tidak perlu melaksanakan putusan IPT. Ryamizard menganggap putusan itu mengada-ada karena mengharuskan pemerintah ­Indonesia meminta maaf kepada korban peristiwa pemberontakan PKI.

“Minta maaf sama siapa? Enggaklah. Enggak usah ­dengerin orang luar negeri. Gombal itu. Seharusnya mereka yang dengerin kita,” ujarnya.

Di Den Haag, Ketua Hakim IPT 1965 Zak Yacoob menegaskan bahwa tindakan pembunuhan massal dan semua tindak pidana tidak bermoral pada Peristiwa 1965 dan sesudahnya, dan kegagalan untuk mencegahnya atau menindak pelakunya, berlangsung di bawah tanggung jawab sepenuhnya Indonesia.

Semua kejahatan terhadap kemanusiaan, katanya, dilakukan kepada warga masyarakat Indonesia dengan sistematis, diam-diam, tapi meluas.

Yacoob kemudian membacakan 10 kejahatan HAM berat yang dimaksud, yaitu pembunuhan massal, pemusnahan, pemenjaraan, perbudak­an, penyiksaan, penghilangan paksa, kekerasan seksual, penga­singan, propaganda palsu, dan keterlibatan negara lain.

Pengadilan Rakyat Internasional soal kejahatan kemanusiaan di Indonesia pada periode 1965 digelar akhir tahun lalu. Pengadilan yang dianggap hanya kegiatan yang dilakukan untuk menyampaikan kebebasan eks­presi dan pendapat.

Enam pengacara asal Indonesia akan menjadi penuntut dalam Rakyat Internasional, di antaranya Todung Mulya Lubis, dan Uli Parulian.

Mereka menuntut negara Indonesia yang duduk sebagai terdakwa. Indonesia dituduh melakukan pembunuhan, perbudakan, penahanan, penyiksaan, penganiayaan, penghi­langan paksa orang-orang, dan penganiayaan melalui propaganda pada periode 1965-1966. (Pol/Bas/Nov/P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya