Anggota Komisi II DPR Arwani Thomafi(ANTARA/YUDHI MAHATMA)
SEBELUM lembaga khusus yang menangani sengketa hasil pilkada terbentuk pada 2027, Mahkamah Konstitusi (MK) tetap berwenang memproses sengketa tersebut.
Hal itu diutarakan oleh anggota Komisi II DPR Arwani Thomafi seusai mengikuti rapat antara dewan dan pemerintah di Jakarta, kemarin.
Wakil Ketua Komisi II Ahmad Riza Patria menambahkan, waktu penyelesaian sengketa di MK diperpanjang dari 14 hari menjadi 45 hari. ''Karena banyak kasus dan agar waktunya lebih cukup.''
Ketua MK Arief Hidayat memastikan pihaknya tetap menangani sengketa pilkada apabila diamanatkan oleh undang-undang sepanjang tidak bertentangan dengan putusan MK No 97/PUU-XI/2013. ''Apabila belum ada lembaga yang ditunjuk, menjadi kewenangan MK sesuai dengan putusan MK yang lalu,'' kata Arief.
Selain itu, lanjut Arwani, parlemen dan eksekutif juga menyetujui 13 poin kesepakatan revisi UU No 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah untuk dibawa ke sidang paripurna.
Dengan revisi tersebut DPR mengakui tahapan pilkada menjadi lebih singkat. ''Pasti karena dikurangi tahapan uji publik,'' ujar Arwani.
Dengan demikian, Komisi Pemilihan Umum (KPU) lebih siap untuk menggelar pilkada pada Desember 2015. Seusai rampungnya revisi UU Pilkada, penyelenggara pemilu itu tentu akan menyesuaikan terlebih dulu peraturan KPU-nya dengan UU yang akan disahkan pada hari ini.
Saat menanggapi hal tersebut, komisioner KPU Ferry Kurnia Riskiyansyah menegaskan pihaknya menunggu pengesahan revisi UU Pilkada. Kendati demikian, pihaknya siap menggelar pilkada pada 2015. ''KPU 2015 siap, 2016 lebih siap.''
Dalam rapat kerja antara DPR dan pemerintah, kemarin, meskipun telah disepakati 13 poin revisi UU Pilkada, sebagian fraksi memberikan sejumlah catatan.
Terkait dengan waktu, anggota Fraksi PKB Abdul Malik Haramain mengatakan pilkada serentak seharusnya dilakukan secepatnya.
''PKB mengusulkan pada 2022 pilkada serentak secara nasional. Kalau 2022 lebih cepat, itu lebih baik daripada menunda sampai 2027.''(Nur/Ind/X-4)