Headline

Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.

Kerahkan Potensi Militer dan Intelijen untuk Bebaskan Sandera

Arif Hulwan
11/7/2016 18:05
Kerahkan Potensi Militer dan Intelijen untuk Bebaskan Sandera
()

SAAT Filpina masih belum terlihat tegas dalam penanganan masalah penyanderaan, Indonesia harus sigap berkoordinasi dengan negara terkait, sekaligus mengerahkan segenap kekuatan intelejen maupun militernya. Meski begitu, intervensi langsung lewat pertempuran darat tetap beresiko tinggi.

"Inikan sudah kejadian yang keempat kalinya. Filipina harus serius cegah penyanderaan, dengan aktif lakukan patroli laut," kata anggota Komisi I DPR Supiadi Aries Saputra, di Jakarta, Senin (11/7).

Diberitakan oleh media Malaysia, Bernama, pada hari Sabtu (9/7), sekitar pukul 23.40 waktu setempat, tiga nelayan berpaspor Indonesia, Lorence Koten (34), Teo Dorus Kopong (42), dan Emanuel (46), diculik kelompok bersenjata yang diduga ialah sempaalan Abu Sayyaf dari kapal berbendera Malaysia.

Lokasi penculikan di kawasan perairan Felda Sahabat, tak jauh dari Lahad Datu, Sabah, Malaysia, yang harusnya bukan lagi wilayah Filipina. Sementara, penumpang kapal lain yang berkewarganegaraan bukan WNI dilepaskan.

Sebelum insiden ini, penyanderaan juga sudah dilakukan kelompok Abu Sayyaf terhadap 10 pelaut Indonesia, di Laut Sulu, 26 Maret. Pada 15 April, empat pelaut Indonesia lainnya giliran jad korban. DUa gelombang penyanderaan ini dituntaskan dengan "diplomasi total" Pemerintah RI.

Selain itu, korban lainnya ialah tujuh WNI anak buah kapal tunda Charles 001, bulan lalu. Ketujuh korban ini sendiri belum bisa diselamatkan.

Terhadap insiden terbaru ini, Supiadin menengarai adanya ketertarikan tertentu kelompok bersenjata ini terhadap WNI. Kemungkinan, pemicunya ada pada kemudahan mendapatkan tebusan, didasarkan pengalaman penyandera sebelumnya. Sebab, para penculik ini motif dasarnya ialah mendapatkan uang untuk logistik kelompoknya.

"Entah siapa yang beri (uang tebusan), tapi mereka (penyandera) berpikir 'gampang ini kita dapat ransom kalau culik WNI'," lanjut dia.

Menurutnya, kini saatnya Indonesia juga lebih serius berkoordinasi dengan Filipina, juga Malaysia, dalam menerapkan teknis kesepakatan dalam nota kesepahaman patroli tiga negara. Sebab, hambatannya lebih terkait teknis operasi.

Misalnya, bentuk pendampingan armada laut negara setempat saat masuk ke wilayah perairan negara tersebut, serta penentuan pihak yang berwenang berpatroli, apakah Bakamla atau TNI AL.

"Indonesia harus berkoordinasi dengan serius, juga harus mengerahkan segala potensi militer dan intelejennya supaya (penyanderaan) cepat selesai," cetus Supiadin.

Ia juga meminta Filipina untuk tegas membedakan status pelaku penculikan. Yakni, antara pemberontak atau teroris. Jika pemberontak, Pemerintah Filipina mesti bertanggung jawab penuh karena WNI tak terkait dengan pemberontakan di wilayahnya. Jika disebut teroris, Indonesia bisa tutun tangan menanggulanginya. (OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Widhoroso
Berita Lainnya