Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Jaksa Agung Bertemu Mardani Maming, MAKI: Kurang Elok

Juven Martua Sitompul
13/4/2022 05:15
Jaksa Agung Bertemu Mardani Maming, MAKI: Kurang Elok
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman.(MI/IRFAN)

KUNJUNGAN Jaksa Agung Burhanuddin ke Kantor PBNU dinilai tak elok. Sebab, pertemuan itu turut dihadiri Bendahara Umum (Bendum) PBNU, Mardani H Maming, yang masih berurusan dengan sidang perkara suap izin tambang di Pengadilan Negeri Tipikor Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel).
 
"Saya melihatnya kurang elok kunjungan Jaksa Agung ke kantor PBNU, karena ketemu Bendum PBNU, Mardani H Maming, yang tengah ditunggu kesaksiannya di PN Banjarmasin terkait kasus korupsi IUP Tanah Bumbu saat dia (Mardani H Maming) jadi bupati," kata Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman kepada wartawan, Selasa (12/4)

Baca juga: Polisi Tetapkan 6 Tersangka Pengeroyokan Ade Armando, 4 Masih Buron

Jaksa Agung, kata Boyamin, semestinya membatasi pertemuan dengan pihak-pihak yang diduga tengah tersangkut perkara-perkara rasuah. Apalagi, kasus korupsi itu ditangani kejaksaan.

"Kalau memang sudah tahu ada bendumnya, seharusnya tidak jadi ke sana. Lebih bagus undang Ketum PBNU dan Sekjennya saja," ucap dia.
 
Boyamin mengaku bakal memantau independensi Kejagung pascapertemuan tersebut. "Jadi, kejagung harus bisa independen. Kalau Senin besok tetap mangkir, maka Kejagung segera bikin surat perintah membawa. Artinya, Mardani Maming bisa dipaksa hadir," ucapnya.
 
Boyamin mengaku bakal mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangani izin usaha pertambangan (IUP) Kabupaten Tanah Bumbu, Kalsel. Langkah ini akan dilakukan Boyamin jika Kejagung 'masuk angin'.
 
"Kalau Kejagung ternyata enggak mampu, kami akan mendorong KPK melakukan supervisi atau kejagung melimpahkan kasusnya ke KPK," kata Boyamin.
 
Dia mencontohkan salah satu kasus dugaan korupsi yang ditangani Kejagung kemudian disupervisi ke KPK. Kasus itu, yakni dugaan korupsi pembelian LNG ke Afrika oleh Pertamina.
 
"Sebaiknya jangan terulanglah. Jaksa Agung jangan sampai mendatangi sebuah lembaga, di mana ada orangnya yang masih terkait dengan sebuah perkara korupsi. Walaupun masih sebatas sebagai saksi. Masalahnya dia sudah tiga kali tidak hadir. Ini kan enggak bagus dari persepsktif penegakan hukum," ucap Boyamin.
 
Di sisi lain, Boyamin mengaku heran dengan sikap Mardani. Sebab, mantan Bupati Tanah Bumbu itu terkesan mencari perlindungan politik saat mangkir 3 kali dari panggilan majelis hakim PN Tipikor Banjarmasin.
 
"Katanya sakit, beberapa hari kemudian malah berkunjung ke ketum partai. Kemudian, enggak datang dengan alasan ada acara di Istana. Nah, minggu depan mau dipanggil sekarang bertemu Jaksa Agung. Jangan sampai ada kesan istimewa sekali orang ini. Tak hormati proses hukum di daerah tapi begitu dihormati di Jakarta. Ini sesuatu yang kurang bagus, kurang elok untuk contoh penegakan hukum di Indonesia," kata dia.
 
Mardani tiga kali mangkir dari panggilan majelis hakim PN Tipikor Banjarmasin, Kalsel. Mardani sedianya diperiksa sebagai saksi terkait perkara suap izin usaha pertambangan (IUP) Kabupaten Tanah Bumbu, Kalsel.
 
Dipanggilnya Mardani sebagai saksi lantaran dirinya merupakan pihak yang menandatangani Surat Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 tentang Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT Bangun Karya Pratama Lestari Nomor 545/103/IUP-OP/D.PE/2010 kepada PT Prolindo Cipta Nusantara.
 
Mardani membantah terlibat pada kasus peralihan IUP tambang di Tanah Bumbu. Melalui kuasa hukumnya, Ketua Umum Himpinan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) ini menyatakan pemberitaan yang menyebut dirinya terlibat pada kasus yang terjadi 10 tahun yang lalu itu tidak benar dan tidak berdasar pada fakta hukum yang sedang berjalan.
 
"Perlu kami sampaikan hubungan Bapak Mardani dan Bapak Dwidjono selaku terdakwa In Casu adalah hubungan struktural bupati dan kepala dinas sehingga bahasa 'memerintahkan' yang dikutip media dari Kuasa Hukum Bapak Dwidjono harus dimaknai sebagai bahasa administrasi," klaim kuasa hukum Mardani, Irfan Idham, dalam keterangan tertulis, Senin, 11 April 2022. (Medcom.id/OL-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Astri Novaria
Berita Lainnya