Headline
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
SIDANG kedua gugatan PT Jesi Jason Surja Wibowo (JJSW) yang diwakili Rey & Co Jakarta Attorneys At Law yaitu Alessandro Rey, SH, MH, MKn, BSC, MBA (penggugat) melawan Direktur Jenderal Pajak yang diwakili oleh Dody Doharman dan Tumijan Kriswanto (Tergugat), di Pengadilan Pajak, Jakarta.
Dihadiri Hakim Majelis VIII A, Erry Sapari Dipawinangun SH, MH selaku Hakim Ketua, Nany Wartiningsih SH, MSi, dan Benny Fernando Tampubolon SE, MM, MAk, MHum, CA, masing - masing selaku Hakim Anggota, berlangsung akhir pekan lalu.
Dalam persidangan kedua tersebut, Tergugat mengajukan keberatan pertama, mengenai Kuasa Penggugat karena tidak memenuhi ketentuan formal sebagaimana ketentuan Pasal 32 ayat (3a) UU Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) Jo. Pasal 2 ayat (4) dan Pasal 4 ayat (1) PMK No: 229/PMK.03/2014 tentang Persyaratan Serta Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Seorang Kuasa.
"Yang dapat menjadi kuasa mewakili wajib pajak hanyalah seorang konsultan pajak dan karyawan wajib pajak dengan persyaratan menguasai ketentuan peraturan perundang – undangan di bidang perpajakan, memiliki surat kuasa khusus dari Wajib Pajak yang memberi kuasa, memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, telah menyampaikan SPT Tahun Pajak Terakhir, dan tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, oleh karena itu Syarat tersebut adalah bersifat kumulatif, maka jika satu dilanggar surat kuasa khusus tersebut tidak berlaku,” ujar Dody Doharman, selaku wakil dari Dirjen Pajak (tergugat).
Tergugat juga menyampaikan, keberatan kedua mengenai Surat Kuasa Khusus Penggugat juga dibuat tidak sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 49 PP No:74 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, sehingga syarat-syarat tersebut bersifat kumulatif, jika salah satu dilanggar maka melanggar ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan. "Maka dengan kata lain Surat Kuasa Khusus Penggugat tidak dapat diterima dan Gugatan Penggugat harus dinyatakan batal demi hukum karena cacat formil atau Niet Ontvankelijke (NO),” tegas Dody Doharman
Terkait keberatan itu, Alessandro Rey mewakili penggugat menjelaskan, pertama, kuasa itu dapat dibagi menjadi dua yaitu: kuasa di dalam pengadilan dan diluar pengadilan. Jika dikaitkan dengan dalil keberatan tergugat mengenai seorang kuasa Penggugat yang diatur di dalam Pasal 32 ayat (3a) UU KUP adalah kuasa di luar pengadilan.
Sedangkan kuasa di dalam pengadilan, lanjut Rey, diatur di dalam Pasal 34 ayat 1 UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU PP). Bunyinya; Para pihak yang bersengketa masing-masing dapat didampingi atau diwakili oleh satu atau lebih kuasa hukum dengan Surat Kuasa Khusus. Lalu Pasal 34 ayat 2 UU PP dan Peraturan Ketua Pengadilan Pajak Nomor Per 01/PP/2018 tentang Tata Cara Permohonan Izin Kuasa Hukum Pada Pengadilan Pajak. Sehingga sepanjang memenuhi persyaratan Pasal 34 ayat 1 & 2 UU PP dan mempunyai Izin Kuasa Hukum berdasarkan ketentuan PER 01/2018, Penggugat telah memenuhi persyaratan sebagai Seorang Kuasa dalam Pengadilan Pajak.
Kemudian terkait kuasa di luar pengadilan yang menurut Tergugat hanya terbatas pada konsultan pajak dan karyawan Wajib Pajak sebagaimana telah diatur dalam Pasal 2 ayat 4 Jo Pasal 4 ayat 1 PMK 229/2014 Jo. Pasal 49 ayat (2) PP 74/2011 dan Penjelasan Pasal 49 ayat (3) PP 74/2011 adalah penafsiran yang menyesatkan. "Karena pemberian kuasa tidak dibatasi pada konsultan pajak dan karyawan wajib pajak saja atau tidak bersifat limitatif kepada konsultan pajak dan karyawan wajib pajak saja tetapi juga kepada setiap orang yang mempunyai kompetensi di bidang perpajakan yang dibuktikan dengan sertifikat brevet sebagaimana telah dimuat dengan tegas dalam Putusan MK Nomor 63/PUU-XV/2017 yang pada pokoknya menerangkan bukan hanya konsultan pajak dan karyawan wajib pajak yang dapat menjadi kuasa wajib pajak tetapi setiap orang termasuk advokat dapat menjadi wakil wajib pajak sepanjang mempunyai kompentensi di bidang perpajakan,” ungkap Rey.
Ketentuan Pasal 49 ayat 2 PP 74/2011 Jo. Penjelasan Pasal 49 ayat 3 PP 74/2011 dan Pasal 2 ayat 4 Jo. Pasal 4 ayat 1 PMK 229/2014, ungkap Rey, adalah turunan dari Pasal 32 ayat 3a UU KUP yang telah dibatalkan oleh Putusan MK No. 63/2017 dan telah diubah dalam Pasal 2 angka 9 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
"Bahwa berdasarkan Prinsip/Asas Hukum Lex Posteriori derogat Legi Priori yang artinya ketentuan hukum yang terbaru mengesampingkan ketentuan hukum yang sebelumnya, maka Putusan MK 63/2017 Jo. Pasal 2 angka 9 UU HPP telah mengesampingkan Pasal 32 ayat 3a UU KUP Jo. Pasal 49 ayat 2 Jo. Penjelasan Pasal 49 ayat 3 PP 74/2011 Jo. Pasal 2 ayat 4 Jo. Pasal 4 ayat 1 PMK 229/2014, sehingga dengan berlakunya UU HPP telah mengesampingkan UU KUP, PP 74/2011, dan PMK 229/2014 sepanjang mengenai penunjukkan seorang kuasa,” urai Alessandro Rey selaku Kuasa Hukum Penggugat.
Kedua, mengenai Surat Kuasa Khusus Penggugat yang dibuat tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku yang mana maksud tergugat adalah Pasal 32 ayat (3) UU KUP. Jo. Pasal 49 ayat (4) PP 74/2011, Jo. Pasal 7 ayat (1) PMK 229/2014. "Merupakan Surat Kuasa Khusus di luar Pengadilan, yang digunakan untuk keperluan perpajakan di Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, dan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, bukan dalam hal dalam beracara di dalam Pengadilan Pajak,” tegas Alessandro Rey.
Adapun surat kuasa Khusus di luar pengadilan yang menurut Tergugat dibuat tidak sesuai dengan Pasal 49 Ayat 4 PP 74/2011 Jo. Pasal 7 ayat 1 PMK 229/2014, jelas Alessandro Rey, merupakan persyaratan pembuatan surat kuasa khusus bagi konsultan pajak dan karyawan.
"Putusan MK 63/2017 Jo. UU HPP Juga tidak menyatakan secara tegas dengan tidak dicantumkannya NPWP maka Surat Kuasa Khusus menjadi tidak dapat diterima atau menghapuskan hak Penerima Kuasa untuk melakukan hak dan kewajiban perpajakan Pemberi Kuasa," tegas Rey.
Untuk Surat Kuasa Khusus di dalam Pengadilan, ungkap Rey, hanya tunduk kepada Bagian E Angka 1 dan 3 Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 32 Tahun 2007 (KMKA 32/2007), Pasal 57 PERATUN, Pasal 1792 KUHPer, SEMA Nomor 2 Tahun 1991, dan SEMA Nomor 6 Tahun 1994, yang mana di dalam peraturan tersebut tidak mengatur mengenai keharusan untuk mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak Pemberi Kuasa dan Penerima Kuasa pada Surat Kuasa Khusus untuk Keperluan beracara di dalam Pengadilan Pajak.
UU HPP sebagai UU yang lebih tinggi daripada PMK karenanya surat kuasa yang dibuat untuk kepentingan beracara di Pengadilan Pajak tidak diatur dalam UU KUP dan PMK 229/2014 tetapi tunduk pada UU PP karena ketentuan yang mengatur surat kuasa khusus yang digunakan dalam Pengadilan Pajak adalah UU PP sebagaimana diatur dalam Pasal 34 ayat (1) UU PP Jo. SEMA 2/1991 Jo. SEMA 6/1994 bukan PMK 229/2014;
“Salah Satu Surat Kuasa Khusus Penggugat yang telah penggugat gunakan di Pengadilan Pajak adalah Surat Kuasa Nomor 252/SK-SR/RnC/VIII/2020, dalam perkara antara Sri Roosmini yang diwakili Penggugat melawan Dirjen Pajak adalah Surat Kuasa Khusus yang sama, yang digunakan Penggugat tanpa mencantumkan NPWP dalam perkara a quo dan tidak dipermasalahkan oleh Majelis Hakim IB Pengadilan Pajak, bahkan gugatan Penggugat dikabulkan untuk seluruhnya, sehingga sepatutnya Majelis Hakim VIIIA Pengadilan Pajak menyatakan Keberatan Tergugat tidak berdasar hukum dan cenderung mengada-ada,” tambah Rey;
Sebaliknya, ungkap Rey, tergugat adalah Tim Sidang yang tidak berwenang mewakili Dirjen Pajak untuk menghadiri persidangan di Pengadilan Pajak. Sebab Tergugat hanya menyampaikan 1 (satu) Surat Tugas untuk 24 (dua puluh empat) sengketa pajak, sehingga mutatis mutandis sepatutnya Tergugat menyampaikan 24 Surat Tugas untuk 24 sengketa pajak.
"Surat Tugas Tergugat harus diberlakukan sama dengan Surat Kuasa Khusus Penggugat berdasarkan ketentuan dalam Pasal 4 ayat 5 Peraturan Ketua Pengadilan Pajak Nomor PER 001/PP/2010 tentang Tata Tertib Persidangan Pengadilan Pajak," ujarnya.
Selain itu, Tergugat hadir di Pengadilan Pajak tanpa 24 Surat Tugas, Surat Tugas Tergugat juga tidak mencantumkan Nomor Surat Panggilan Sidang dan Tanggal Surat Panggilan sidang, sehingga melanggar prosedur penerbitan surat tugas dalam Lampiran V Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE 65/PJ/2012 tentang Tata Cara Penanganan Sidang Banding dan Gugatan di Pengadilan Pajak (SE 65/2012).
"Jadi berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dalil Tergugat yang menyatakan Surat Kuasa Khusus Penggugat tidak memenuhi ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajakan yang berlaku sangatlah mengada-ada, menyesatkan, dan tidak berdasar hukum, oleh karena itu dalil tersebut demi hukum haruslah ditolak atau setidak-tidaknya dikesampingkan,” tegas Rey.
“Bahwa berdasarkan uraian alasan dan dasar hukum diatas, Majelis Hakim VIIIA Pengadilan Pajak Demi Hukum harus menyatakan Surat Tugas Tergugat tidak dapat diterima atau setidak-tidaknya menyatakan Tergugat tidak berwenang mewakili Dirjen Pajak dalam perkara a Quo,” tambah Rey.
"Kami mohon kepada Ketua Mahkamah Agung melalui Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung serta Ketua Komisi Yudisial untuk melakukan pengawasan dan mengawal jalannya persidangan antara PT Jesi Jason Surja Wibowo melawan Dirjen Pajak,” Tutup Rey. (OL-13)
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi memastikan tidak ada rencana dari pemerintah untuk mengutip pajak dari amplop nikah.
Di tengah arus regulasi perpajakan yang semakin dinamis, perusahaan besar kini berada dalam tekanan yang jauh lebih sistemik.
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 yang mengatur tentang pemungutan pajak oleh marketplace tidak akan menyebabkan kenaikan harga di tingkat konsumen.
Indef menilai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 tidak akan menyebabkan kenaikan harga bagi konsumen di marketplace.
Pemerintah berupaya memperluas basis pajak dan mengoptimalkan penerimaan negara. Salah satunya membidik pengenaan pajak berbasis media sosial dan data digital di tahun depan.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat rata-rata penerimaan pajak mengalami kenaikan menjadi Rp181,3 triliun per bulan di sepanjang semester I 2025.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved