Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
PENYIDIK Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung memeriksa Direktur Utama PT Mulia Walet Indonesia, Suyono, Kamis (7/10). Ia diperiksa terkait kasus dugaan korupsi dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Suyono diperiksa sebagai saksi dalam kapasitasnya menjabat Dirut PT Jasa Mulia Walet, dan Dirut PT Borneo Walet Indonesia.
"Diperiksa terkait penerimaan fasilitas kredit pada debitur LPEI," ujar Leonard melalui keterangan tertulis.
Selain Suyono, penyidik Gedung Bundar juga memeriksa dua saksi lain terkait penerimaan fasilitas kredit. Mereka adalah Komisaris PT Jasa Mulya Indonesia Bogi Rahyono dan Silvie Soedjarwo Leksosadjojo selaku pemegang saham PT Jasa Mulya Indonesia.
Sementara itu, analis pada Divisi Analisa Resiko Bisnis LPEI tahun 2014 Jerry Saputra dan Kepala Divisi Pembiayaan Bisnis II LPEI periode 2011-2016, Yudhi Trilaksono diperiksa terkait pemberian fasilitas kredit pada debitur LPEI.
Leonard mengatakan pemeriksaan kelima saksi itu dilakukan untuk kepentingan penyidikan perkara pidana yang mereka dengar, lihat, dan sendiri.
"Guna menemukan fakta hukum tentang tindak pidana korupsi yang terjadi dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh LPEI," pungkasnya.
Baca juga: Eks Dirut ASABRI Suruh Bawahannya Cari Heru Hidayat
Penyidikan dugaan korupsi di LPEI mulai dilakukan pada Kamis (24/6). Setidaknya, ada sembilan debitur yang menerima fasilitas pembiayaan dari LPEI. Di samping Group Walet, perusahaan lainnya adalah Group Johan Darsono, Duniatex Group, Group Bara Jaya Uam, Group Arkha, PT Cipta Srigati Lestari, PT Lautan Harmoni Sejahtera, PT Kemilau Harapan Prima, dan PT Kemilau Kemas Timur.
Penyelenggaraan pembiayaan ekspor ke sembilan debitur diduga dilakukan LPEI tanpa melalui tata kelola yang baik. Ini berdampak pada meningkatnya kredit macet atau non performing loan (NPL) sebesar 23,39%. Padahal berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2019, LEPI mengalami kerugian sebesar Rp4,7 triliun. (P-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved