Headline
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.
SETIAP kali menjelang penentuan Panglima TNI kerap dibumbui nuansa politik yang kental. Belum lagi harus melewati persetujuan DPR yang diketahui sebagai wadah politik nasional.
Meskipun Presiden memilih hak prerogatif dalam menentukan sosok pimpinan tertinggi di TNI, prosesnya harus melewati berbagai dinamika politik yang tinggi.
Guna menjaga kemurnian hak yang telah diberikan negara kepada Presiden dan menggerus kepentingan politik, mekanisme pengangkatan Panglima TNI harus dikembalikan lewat proses di Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti).
Baca juga: TNI AL Bantah Undangan Kasal Yudo Margono sebagai Panglima TNI
Hal itu dipaparkan Pengamat Militer Connie Rahakundini Bakrie. Menurut dia, selama ini, menjelang pergantian tampuk pimpinan tertinggi di organisasi TNI sering disusupi dinamika politik. Padahal TNI harus terbebas dan terpisah dari politik praktis.
"Yang terjadi hari ini TNI dilarang berpolitik, ceritanya, tapi kita kan tidak juga buta melihat bagaimana sipillah yang menarik-narik terlebih dulu dalam senyap TNI ke politik," katanya kepada Media Indonesia, Sabtu (4/9).
Menurut dia, nuansa politik paling nampak dari penentuan Panglima TNI adalah suburnya hoaks, fake news, dan buzzer yang mengangkat dan menyerang yang digadang-kadang menjadi kandidat.
"Sekarang TNI-nya seolah diam tapi hoaks, fake news, dan buzzer yang dikelola sang sipil yang menempel pada TNI tersebut kan marak terlihat," ujarnya.
Ia menilai mekanisme selama ini sangat mudah diintervensi oleh kekuatan politik. Pasalnya, penyaringan calon yang nantinya dipilih oleh Presiden dan disetujui DPR rentan didorong kekuatan politik.
"Mau mekanisme sehebat secanggih separipurna apapun kalau intervensi senyap terkait pemilihan Panglima TNI akan terjadi selama tidak murni berbasis Wanjakti. Apalagi dilakukan serangan senyap tersebut dari dalam ke Komisi I DPR dan kepada Presiden melalui patron klien metode atau mungkin ancaman berbasis fakes data," paparnya.
Connie pun menyarankan penentuan Panglima TNI harus berbasis lewat penyaringan oleh Wanjakti.
"Jadi ruang manuver politik sipil terhadap militer bisa dikurangi banyak," tuturnya.
Tanpa jalan tersebut, kata dia, setiap Panglima TNI selalu didompleng kepentingan politik.
"Yang terjadi, sejak 1998, sipil supremasi pada militer yang kebablasan makanya militernya juga banyak yang genit, main mata dengan DPR dan genit karena diusung diam-diam oleh petinggi partai," pungkasnya. (OL-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved