Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
KETUA Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menepis narasi pengkhianatan dalam penghentian penyidikan kasus Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI). Pasalnya, seluruh tugas dan kewenangan KPK didasarkan pada aturan hukum yang berlaku.
"Terima kasih atas perhatiannya. Kita bekerja sesuai ketentuan dan prosedur serta tujuan penegakan hukum," ujar Firli kepada Media Group News, Senin (5/4).
Ia menegaskan penghentian kasus ini sepenuhnya berdasarkan dari hasil evaluasi. Lebih dari itu, KPK akan tetap mengungkap kasus ini maupun kasus lain ketika memenuhi ketentuan yang berlaku.
"Kami tetap berkomitmen untuk tugas-tugas pemberantasan korupsi," terangnya.
Baca juga: Gara-Gara BLBI, Bambang Widjojanto Tuding Firli Cs Berkhianat
Firli enggan menanggapi tuduhan pengkhianatan maupun narasi miring lain terkait keputusan ini. Menurut dia, KPK akan mengungkap perkara korupsi tanpa pandang bulu.
"Saya tidak dalam kapasitas menanggapi pernyataan siapa pun. Kami bekerja, kerja dan kerja. Setiap perkara korupsi kami ungkap siapa pun pelakunya, tentu didasarkan bukti yang cukup. Prinsip kami adalah bekerja tanpa pandang bulu baik perkara korupsi besar maupun kecil," ungkapnya.
Ia menjelaskan KPK selalu berpegang teguh pada integritas dan komitmen pemberantasan korupsi. Kritik maupun saran akan ditampung namun tidak berarti harus dijalankan.
"Praduga tidak bersalah kita hormati dan menegakhormati HAM kita junjung tinggi. Semangat KPK dan semangat rakyat untuk memberantas korupsi hal utama dan kita terus berjuang utk membersihkan NKRI dari praktik-praktik korupsi," pungkasnya.
Sikap Firli itu menanggapi pernyataan mantan Komisioner KPK Bambang Widjojanto yang menyayangkan penyidikan SKL BLBI disetop. Pimpinan Lembaga Antikorupsi saat ini, dinilainya, mengkhianati para pendahulu mereka.
"Janji pimpinan KPK terdahulu, untuk melakukan upaya hukum biasa dan luar biasa serta terus mengusut kerugian keuangan negara, seolah digadaikan oleh Pimpinan KPK saat ini," kata Bambang melalui keterangan tertulis, Minggu (4/4).
Bambang menilai pengusutan kasus itu masih belum maksimal. Lembaga Antikorupsi dinilai masih bisa mendalami bukti dalam kasus itu untuk menyeret pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim, ke persidangan.
"Ada kerugian negara sebanyak Rp4,56 triliun akibat tindakan Sjamsul Nursalim tapi KPK belum melakukan 'the best thing' yang seharusnya dilakukan, bahkan terkesan 'do nothing' dengan kerugian sebesar itu," ujar Bambang.
Lebih lanjut, Bambang juga menyalahkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK atas penghentian kasus tersebut. Penghentian kasus itu dinilai sebagai bukti KPK dilemahkan dengan bleid tersebut.
"SP3 dari pimpinan KPK dapat menjadi bukti tidak terbantahkan dampak paling negatif dari Revisi UU KPK yang disahkan di periode Presiden Jokowi," tutur Bambang.
Sebelumnya, KPK menghentikan kasus dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI. Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim bebas.
"Penghentian penyidikan ini sebagai bagian adanya kepastian hukum dalam proses penegakan hukum," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, 1 April lalu.
Alex mengatakan penghentian kasus ini sudah sesuai dengan Pasal 40 Undang-Undang KPK. Lembaga Antikorupsi tidak bisa menggantung nasib Sjamsul dan Itjih tanpa kepastian. (OL-1)
Kasus itu menjadi bagian dari megakorupsi yang berhasil diungkap. Perkara ini masuk ke dalam daftar perkara korupsi yang merugikan keuangan negara dengan nilai sangat fantastis.
Indonesia memiliki sejarah kelam terkait kasus-kasus korupsi yang tidak hanya mengakibatkan kerugian materi, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Satgas BLBI telah menyita dan melelang barang milik Marimutu Sinivasan karena bos Texmaco itu tak kunjung membayar utang ke negara.
Masih ada 21 obligor pengemplang BLBI dengan nilai tagih Rp34 triliun dan 419 debitur yang menjadi prioritas dengan nilai tagih sebesar Rp38,9 triliun dan US$4,5 miliar.
KEBERADAAN buronan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Marimutu Sinivasan tak diketahui usai ditangkap pihak Imigrasi Entikong, Kalimantan Barat, pada Minggu (8/9).
Penangkapan dilakukan saat Petugas Imigrasi di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong mencegah keberangkatan pria 87 tahun itu ke Kuching, Malaysia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved