Headline

Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.

Fokus

Terdapat sejumlah faktor sosiologis yang mendasari aksi tawur.  

Menanti Komitmen Presiden Tuntaskan Kasus HAM

Cahya Mulyana
11/12/2020 08:43
Menanti Komitmen Presiden Tuntaskan Kasus HAM
HAM(Ilustrasi)

TEKAD Presiden Joko Widodo dalam menuntaskan kasus Hak Asasi Manusia (HAM) masa lalu patut mendapatkan apresiasi meskipun pembuktiannya selama ini cenderung lamban. Namun ruang-ruang penyelesaiannya senantiasa terbuka lebar khususnya di Papua.

"Sebagai sebuah pernyataan politis, tentu saja tekad tersebut patut diapresiasi. Ruang-ruang penyelesaian akan senantiasa terbuka lebar, dan pengakuan atas kelemahan dan kelambanan pun cukup membuktikan jika pemerintah pada dasarnya memahami fakta dan kenyataan dan tidak menutup mata atas apa yang sesungguhnya sedang menggejala," ujar Anggota DPD Yorrys Raweyai dalam keterangannya, Jumat (11/12).

Ia mengatakan kesejatian HAM harus dimaknai secara utuh, tidak parsial, terlebih berada pada pihak tertentu untuk memuluskan kepentingan pragmatisme kekuasaan. Berbagai kebijakan kekuasaan yang menyisakan kekerasan dan korban dari berbagai elemen masyarakat, termasuk dari aparat pertahanan dan keamanan, harus disudahi demi masa depan yang damai termasuk di Papua.

Menurut Yorrys pernyataan yang cenderung retoris dari presiden itu memerlukan pengejawantahan yang dalam dan rinci dalam kebijakan. Berbagai polemik tentang keberadaan pasukan non-organik yang tidak berhenti bertambah harus diselesaikan dengan cara-cara yang bijak.

"Bukan untuk sama sekali menafikan pentingnya rasa aman dan nyaman bagi masyarakat, tapi keberadaan pasukan non-organik tersebut memerlukan penjelasan yang lebih mencerahkan bagi masyarakat Papua," ungkapnya.

Baca juga: Setara Institute: Indeks HAM Melorot Karena UU Ciptaker

Menurut dia laporan dan pengaduan atas pelanggaran HAM di Papua sudah tidak bisa lagi dimungkiri. Lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan serta Komisi Nasional HAM (Komans HAM) sebagai perwakilan pemerintah pun menyatakan hal yang sama.

Meski demikian, respons penyelesaian masih terbentur dinding paradigma antara pemerintah pusat dan masyarakat Papua. Publik pun dihadapkan pada informasi yang asimetris dengan keyakinan dan persepsi masing-masing. Bahkan sudah pada titik dimana masing-masing kehilangan kepercayaan.

"Berbagai kejanggalan atas penyelesaian kasus demi kasus pun memerlukan keterbukaan dari berbagai pihak. Demikian juga keterlibatan pihak-pihak yang selama ini berkepentingan dan terkait langsung dengan mereka yang menjadi objek kekerasan dan pengabaian atas hak-hak dasar," paparnya.

Memang tidak pernah mudah melahirkan solusi dalam waktu singkat. Paling tidak, membuka ruang kritisis dan komunikasi yang intensif akan melapangkan jalan bagi lahirnya solusi-solusi yang bisa diterima bersama.

Oleh karena itu, menyelesaikan persoalan HAM di Tanah Papua tidak bisa dengan cara menutup kanal-kanal suara yang sesungguhnya menjadi sumber kegelisahan dan keprihatinan.

"Pendekatan kemanusiaan harus didahulukan di atas pendekatan apapun, sebab nilai HAM menghubungkan kepentingan antar sesama manusia, bukan kekuasaan," pungkasnya.(OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya