KOMISI Pemilihan Umum (KPU) mengakui mayoritas calon kepala daerah yang mengikuti kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 lebih memilih kampanye tatap muka ketimbang melalui daring. Anggota KPU Ilham Saputra menyebutkan, faktor keterbatasan infrastruktur menjadi alasan utama para calon kepala daerah tidak mengikuti anjuran KPU untuk menerapkan kampanye daring.
“Infrastrukturnya terbatas. Akhirnya mereka memilih tatap muka. Berdasarkan pantauan kami hanya 23% pasangan calon yang menggunakan media daring, sisanya 77% tatap muka,” ujar Ilham dalam diskusi daring bertema Pilkada 2020 di Tengah Pandemi Corona: Meraih Kemenangan, Menjaga Keselamatan, Minggu (22/11).
Menurut Ilham, salah satu kesulitan KPU dalam menegakkan aturan pemilu di masa wabah covid-19 yaitu ketiadaan regulasi yang mengatur pemilu di tengah pandemi. Secara detail, ungkapnya, tidak ada satupun aturan yang bisa menindak keras apalagi mendiskualifikasi calon kepala daerah yang melakukan pelanggaran.
“Jadi ke depan hal-hal detail mengenai pilkada di tengah pandemi ini harus diatur dalam revisi UU Pemilu ke depan,” ujarnya.
Senada dengan Ilham, anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Herman Khaeron menyebutkan berbagai kesulitan para calon kepala daerah untuk melakukan kampanye secara daring. “Mereka lebih memilih metode tatap muka karena jauh lebih praktis jika dibandingkan dengan kampanye daring atau lebih murah dibanding kampanye melalui media massa. Akibatnya kampanye daring yang disarankan tidak banyak dipatuhi,” ujarnya.
Meski begitu, dengan berbagai keterbatasan ini, tambah Herman, pihaknya berharap para calon kepala daerah dari Partai Demokrat bisa memenangkan pilkada 2020 ini. Selain selamat secara kesehatan, pihaknya juga berharap suara publik yang sudah mencoblos ikut terselamatkan. “Untuk itu, kita ingin gunakan Rekap-E untuk jadi bahan pembanding,” ungkapnya.
Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraeni menyebutkan kesulitan kampanye secara daring bisa menyebabkan masyarakat meragukan proses tahapan pemilu di tengah pandemi bisa diimplementasikan dengan baik. “Ada keragu-raguan dari masyarakat untuk ilkut mengimplementasikan Pilkada secara sehat. Ini berdampak ke partisipasi pemilih,” ungkapnya. (P-2)