Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
STAF Divisi Hukum Kontras Tioria Pretty menyambut baik putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang mengabulkan gugatan Nomor 99/G/TF/2020/PTUN.JKT dengan tergugat Jaksa Agung ST Burhanuddin. Dengan keputusan itu, kata Tioria, menjadi landasan pengungkapan kasus peristiwa pelanggaran HAM berat Semanggi I dan II.
Tioria juga menilai putusan hakim sangat adil dan sangat memahami kejadian tersebut memiliki perjalanan dan dampak panjang bagi penegakan keadilan di Tanah Air.
“Kami senang sekali dengan putusan itu. Artinya hakim sangat memahami bahwa kasus Semanggi perjalanannya panjang dan tentu saja berdampak ke depan,” ungkapnya, kemarin.
Dengan dikabulkannya gugatan dari Sumarsih dan kawan-kawan tersebut, menjadi teguran keras kepada pemerintah untuk tidak sembarangan berkomentar terkait dengan kasus-kasus pelanggaran HAM.
Hal senada dikemukakan anggota Komisi III DPR Taufik Basari. Dia berharap Burhanuddin menerima putusan tersebut.
“Alhamdulillah. Saya berharap JA (Jaksa Agung) tidak banding,” kata Taufik dikutip dari akun Twitter @taufi kbasari, kemarin.
Politikus NasDem itu berharap Kejaksaan Agung kembali menindaklanjuti kasus Semanggi I dan II. Taufik juga menyebut bakal mengawal dalam setiap raker Komisi III DPR dengan Jaksa Agung.
Pada kesempatan terpisah, saat dihubungi Wakil Jaksa Agung Setia Untung Arimuladi belum dapat berkomentar terkait dengan putusan tersebut.
Sebagaimana diketahui, dalam putusan PTUN DKI Jakarta menyatakan Tindakan pemerintah berupa penyampaian tergugat dalam rapat kerja antara Komisi III DPR RI dan Jaksa Agung RI pada 16 Januari 2020 yang menyampaikan: “... Peristiwa Semanggi I dan Semanggi II yang sudah ada hasil rapat paripurna DPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat, seharusnya Komnas HAM tidak menindaklanjuti karena tidak ada alasan untuk dibentuknya Pengadilan ad hoc berdasarkan hasil rekomendasi DPR RI kepada Presiden untuk menerbitkan keppres pembentukan Peng adilan HAM ad hoc sesuai Pasal 43 ayat (2) UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, adalah perbuatan melawan hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan”.
Pengadilan pun mewajibkan tergugat untuk membuat pernyataan terkait penanganan dugaan Pelanggaran HAM berat Semanggi I dan Semanggi II sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI berikutnya, sepanjang belum ada putus an/keputusan yang menyatakan sebaliknya. PTUN juga menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp285 ribu. (Sru/Medcom/P-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved