Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
PAKAR hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menilai kesalahan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang telah diteken Presiden hanya kesalahan ketik biasa. Kesalahan tersebut tidak berpengaruh pada substansi undang-undang.
Menurut Yusril, untuk memperbaiki kesalahan pengetikan tersebut, Presiden dapat diwakili Menko Polhukam, Mensesneg, atau Menkum dan HAM menggelar rapat bersama DPR.
“Naskah yang telah diperbaiki itu nantinya diumumkan kembali dalam Lembaran Negara untuk dijadikan sebagai rujuk an resmi,” katanya.
Setelah dilakukan perbaikan penulisan, Presiden tidak perlu menandatangani ulang undang-undang tersebut. Yusril mengatakan kesalahan pengetikan undang-undang dalam naskah yang telah disahkan DPR beberapa kali terjadi. Mensesneg yang menerima naskah undang-undang yang telah disahkan di DPR harus memeriksa dengan teliti pasal demi pasal dalam undang-undang sebelum diserahkan ke Presiden untuk ditandatangani.
Bila ditemukan kesalahan, Mensesneg berkomunikasi dengan DPR untuk memperbaikinya. Hasil perbaikan tersebut kemudian diserahkan kepada Presiden dengan memo atau catatan Mensesneg mengenai perbaikan yang telah dilakukan. “Kesalahan ketik kali ini memang beda. Kesalahan itu baru diketahui setelah Presiden menandatanganinya dan naskahnya telah diundangkan dalam Lembaran Negara.’’
Pendapat berbeda dilontarkan Ketua Jokowi Mania, Immanuel Ebenezer (Noel). Menurutnya, Mensesneg Pratikno harus tanggung jawab.
“Ini bukan sekadar kesalahan penulisan. Ini memalukan buat istana karena terjadi lagi. Sejatinya Sekretaris Negara ialah wajah Presiden ka-
rena apa pun yang dikerjakan harus hati-hati dan penuh prinsip-prinsip kehati-hatian. Jangan sampai ada kesalahan. Apalagi ini sangat memalukan,” aktivis 1998 itu.
Sama dengan Yusril, pengamat kebijakan publik Abi Rekso menyatakan kesalahan teknis itu juga kerap terjadi dalam beberapa kebijakan undang-undang lain. Karena omnibus law mendapatkan atensi besar publik, semua mata publik tertuju ke UU Cipta Kerja sehingga titik dan koma juga diperhatikan.
“Publik kita kan memiliki atensi besar terhadap undang-undang ini sehingga kekeliruan kecil menjadi sorotan. Bahkan kata ‘minyak bumi’ dan ‘gas alam’ yang selama ini menjadi bunyi dalam undang-undang juga dianggap masalah besar. Seperti euforia mengoreksi teks undang-undang” jelas Abi Rekso.
Abi Rekso menuturkan semangat publik mengoreksi merupakan hal baik. Namun, semangat itu menjadi berlebihan ketika tidak didasari tujuan memberikan solusi.
Ketika awak media menyinggung bahwa tuntutan pendukung Jokowi agar Pratikno mundur dan Presiden segera melakukan reshuffle, Abi Rekso menanggapi itu sebagai taktik politik mencari jalan kekuasaan.
Harus diperbaiki
Dosen hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) sekaligus Direktur Pusat Studi Hukum dan Teori Konstitusi UKSW Umbu Rauta menilai salah ketik itu harus diperbaiki melalui mekanisme perubahan UU. Pasalnya regulasi ini sudah ditandatangani Presiden dan tercatat dalam Lembaran Negara sehingga mengikat bagi rakyat Indonesia.
“Persoalan itu tidak bisa ditangani dengan merevisi kembali karena dokumen hukum tersebut telah disahkan oleh Presiden dan diundangkan dalam Lembaran Negara sehingga mengikat bagi publik,” katanya. (Cah/P-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved