Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
BADAN Legislasi (Baleg) DPR mulai melakukan harmonisasi Rancangan Undang-Undang(RUU) Masyarakat Hukum Adat. Pada tahap ini Baleg membicarakan konsideran atau dasar penetepan RUU Masyarakat Hukum Adat yang masih harus mendapat beberapa koreksi.
RUU Masyarakat Hukum Adat diusulkan oleh Fraksi Partai NasDem. Wakil Ketua Baleg dari Fraksi Partai NasDem Willy Aditya menuturkan agenda rapat pembahasan RUU Masyarakat Hukum Adat yang berlangsung di Baleg, Jumat (4/9), ialah mendengarkan paparan tim ahlim terhadap hasil kajian yang sudah dilakukan.
“Rapat hari ini untuk mendengarkan paparan tim ahli atas hasil kajian yang telah dilakukan,” ujar Willy saat memimpin rapat di gedung DPR, Senayan, Jakarta.
Rapat dihadiri oleh 7 anggota Baleg secara fisik, sedangkan anggota lainnya menghadiri secara virtual. Sesuai dengan masukan para anggota Baleg dan para pengusul RUU di rapat sebelumnya, tim ahli dan tim pengusul telah menyempurnakan RUU Masyarakat Hukum Adat. Salah satu hal yang disempurnakan ialah norma-norma substansi yang sebelumnya telah disusun dalam draf pengusul yakni konsideran RUU Masyarakat Hukum Adat.
Dalam konsideran huruf A disebutkan negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat adat serta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan RI berdasarkan Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, dan Bhineka Tunggal Ika.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Baleg dari Fraksi Partai Gerindra Supratman Andi Agtas mengatakan partainya juga mendukung lahirnya RUU Masyarakat Hukum Adat agar masyarakat adat betul-betul mendapat perlindungan dan pengakuan dari negara.
"Sekali lagi saya mewakili Fraksi Gerindra saya mendukung lahirnya RUU Masyarakat Hukum Adat untuk kebaikan kita bersama, memberikan perlindungan dan wajib mendapat pengakuan dari negara," kata Supratman.
Secara khusus Supratman menyoroti masalah kepemilikan tanah di Indonesia yang seringkali merampas hak masyarakat hukum adat. Dengan adanya RUU Masyarakat Hukum Adat ia berharap keberadaan hukum maupun masyarakat adat dapat diakui dan diimplementasikan oleh negara.
"Saat ini pemerintah pusat dan daerah juga enggan memberikan pengakuan atas hak-hak masyarakat adat sehingga terjadi konflik agraria," ungkapnya.
Supratman menjelaskan, sebetulnya beberapa peraturan perundangan telah menyatakan dan mengakui keberadaan masyarakat adat. Namun pada faktanya belum semua hak-hak masyarakat adat terpenuhi khususnya terkait permasalahan kepemilikan lahan atau agararia.
"Kalau kita hitung berapa sih perda yang mengatur, mengakui masyarakat hukum adat, ada datanya enggak? Saya yakin sangat kecil, karena itu tabrakan berbagai kepentingan. Karena masalah kedua kita, masyarakat hukum adat, saya yakin tidak menghambat proses investasi," ucapa dia.
Lebih lanjut, Supratman meminta pimpinan Panitia Kerja (Panja) Baleg membuat rumusan-rumusan agar RUU Masyarakat Hukum Adat dapat memberikan pengakuan terhadap masyarakat adat
"Oleh karena itu, cari rumusan karena yang benar-benar masih ada (kelompok masyarakat adat) tapi enggak kita kasih legitimasi, itu sebuah pengkhianatan," pungkasnya. (P-2)
Presiden Jokowi berhalangan hadir pada Perayaan 20 Tahun Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) karena tengah berada di luar negeri untuk melakukan kunjungan kenegaraan.
Menurut Anggota Komisi IV DPR RI Sulaeman Hamzah yang juga menjadi pengusul RUU RUU Masyarakat Hukum Adat, RUU itu saat ini sudah disepakati di Badan Legislasi DPR.
Dalam pengelolaan hutan masyarakat harus dilibatkan secara aktif, tidak boleh ada lagi petani kecil asal ditangkap, justru mereka harus dirangkul dalam bentuk perhutanan sosial.
RUU Masyarakat Hukum Adat dan RUU Perlindungan PRT adalah RUU dengan status usulan DPR dan sudah selesai dilakukan pengharmonisasian, dan pembulatan dan pemantapan konsepsi di Baleg.
WAKIL Ketua Baleg DPR RI, Willy Aditya menyebutkan nasib Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat (MHA) sudah satu tahun lebih diselesaikan di Baleg.
PARA raja dan sultan yang tergabung dalam Majelis Adat Kerajaan Nusantara (MAKN) mendorong pemerintah dan DPR RI untuk secepatnya menuntaskan pembahasan RUU Masyarakat Hukum Adat menjadi UU.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved