Headline

Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.

Fokus

Tiga sumber banjir Jakarta, yaitu kiriman air, curah hujan, dan rob.

Sah-Sah saja Pemerintah Gunakan Influencer

Cah/Sri/Tri/P-1
04/9/2020 04:53
Sah-Sah saja Pemerintah Gunakan Influencer
Ilustrasi(Medcom.id/M Rizal)

PENGAMAT Politik Universitas Paramadina Djayadi Hanan mengatakan pemanfaatan pemengaruh atau influencer yang dilakukan pemerintahan Presiden Joko Widodo merupakan hal yang lazim. Hal tersebut sudah dilakukan sejak lama. Bahkan sebelum media sosial hadir.

“Agak aneh kalau pemerintah tidak menggunakan media sosial untuk menjelaskan program-programnya. Sekarang ada dunia baru yang berkembang, yaitu media sosial. Media sosial menjadi salah satu media untuk menjelaskan atau menyosialisasikan program-program pemerintah. Siapa? Tentu kelompok yang bisa didengar, yaitu influencer,’’ jelasnya.

Djayadi mengatakan program-program pemerintah perlu untuk disosialisasikan agar masyarakat tidak salah mengerti. Oleh sebab itu, media hadir sebagai penyampai pesan. Ia menampik bahwa dengan menggunakan jasa infl uencer, komunikasi publik yang dimiliki pemerintah lemah.

“Itu (influencer) kan bagian dari komunikasi publik. Sebelum ada media sosial, komunikasi pemerintah disalurkan lewat televisi, koran, radio. Sekarang media sosial karakternya beda, komunikasinya dua arah, semua orang bisa berekspresi di situ,” jelas Djayadi.

Direktur Eksekutif Lembaga Emrus Corner Emrus Sihombing meyakini kebijakan pemerintah sulit tersosialisasi bila hanya lewat jasa influencer. Pasalnya, influencer terbatas pada pengikut dan akses internet.

“Dari aspek komunikasi massa, sosialisasi yang baik menggunakan semua media dan influencer sebagai pelengkap. Kombinasi itu harus digunakan dan tidak hanya fokus pada influencer,” katanya.

Emrus meyakini jika menyewa influencer dengan dasar sebatas popularitas dan jumlah pengikut dapat menimbulkan blunder karena pesan tidak akan sampai ke masyarakat. Itu seperti meminta jasa seorang artis terkenal yang biasa membahas gaya hidup glamor untuk mengampanyekan protokol kesehatan.

Sebaliknya Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Firman Noor mengatakan melibatan influencer dalam menyosialisasikan suatu kebijakan menunjukkan pemerintah tidak percaya diri.

Padahal pemerintah dengan segala kekuasannya telah memiliki influence itu sendiri sehingga pemanfaatan kalangan influencer dinilai sia-sia.

“Pemerintah dan perangkatnya adalah pihak yang memiliki influence, konsekuensi dengan adanya power, dia itu punya pengaruh. Jadi tidak perlu ada influencer lagi. (Sifat) influence harus embedded dalam dirinya,” terang Firman. (Cah/Sri/Tri/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya