Headline
Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.
Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.
KASUS-KASUS penodaan agama yang terjadi di Indonesia kerap muncul akibat desakan publik, baik secara langsung maupun online. Sampai saat ini tidak ada penafsiran yang jelas mengenai bentuk kegiatan yang termasuk ke dalam pasal penodaan agama.
Hal itu membuat proses penegakan hukum menjadi rentan melanggar hak asasi manusia. Ketua YLBHI Asfinawati menjelaskan bahwa kasus penodaan agama sangat terpengaruh pada tafsiran publik dan penegak hukum.
Itu karena dalam teks hukum tidak ada penjelasan apa yang dimaksud dengan penodaan agama di KUHP. Selama ini penyelesaian kasus penodaan agama di pengadilan menggunakan umumnya menggunakan tiga pasal: Pasal 156a KUHP, Pasal 59 ayat 3 UU Ormas, dan Pasal 28 ayat 2 jo 45a ayat 2 UU ITE.
“Dalam penodaan agama umunya akan ada aksi massa. Tidak hanya secara offline, tetapi juga online. Polisi percaya bahwa dengan adanya proses hukum maka ketegangan akan mereda. Itu masuk akal karena kasus-kasus tersebut didorong dalam bentuk aksi massa,” ujarnya dalam webinar Tren Penodaan Agama di Indonesia, kemarin.
Asfina menjelaskan, menurut data yang dihimpun YLBHI, pada Januari hingga Mei 2020, ada 38 kasus penodaan agama yang telah dilaporkan ke kepolisian. Kasus terbanyak terjadi di Sulawesi Selatan sebanyak 6 kasus, Jawa Timur sebanyak 5 kasus, dan Maluku utara sebanyak 5 kasus.
Asfina menjelaskan, tidak adanya definisi yang jelas menyebabkan penegak hukum cenderung dipengaruhi oleh desakan massa atau publik untuk menangani kasus yang dianggap viral. Gangguan ketertiban umum masih dijadikan alasan untuk menangkap atau memproses kasus. Ia berpendapat perlu ada penghapus an pasal penodaan agama di KUHP dan penistaan agama di UU Ormas karena tidak memnuhi asas legalitas tidak ada definisi yang jelas.
“Perlu juga ada revisi kedua ter- hadap UU ITE karena ada banyak multitafsir. Untuk melindungi umat beragama dari permusuhan sebaiknya pasal penodaan agama diubah menjadi pasal hate crime, siar kebencian, dan diskriminasi berbasis agama sehingga dia lebih tepat guna dan tidak mengkriminalisasi kebebasan beragama dan berkeyakinan. Harapan kami itu akan diakomodasi di RKUHP yang masih dalam pembahasan.’’
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan isu pokok dari masalah penodaan agama ialah bahwa kasusnya bisa sangat melebar, terutama ketika situasi sosial dan politik tengah memanas. Hal itu kerap menyita energi yang sangat besar bagi negara.
“Hal itu juga berdampak pada terjadinya pelanggaran hak asasi manusia, dan persekusi pada pihak yang dituduh melakukan penodaan, baik secara langsung atau digital,” ujarnya.
Kompleks
Anggota Komisi III DPR Taufik Basari mengatakan masalah yang dihadapi terkait isu penodaan agama dan kebebasan beragama sangat kompleks. Tidak semata ada pada masalah hukum atau undang-undang saja, tetapi juga ada masalah sosial di dalamnya.
“Terkait dengan ketentuan-ketentuan yang akan diatur dalam RKUHP, ada di Pasal 304 sampai 309 yang mengatur penodaan agama. Kenyataannya ketika melihat perdebatannya di periode yang lalu, sepertinya tetap akan gol untuk menjadi bagian dari delik yang masuk dalam RKUHP,” ujar Taufik. (P-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved