Headline

Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.

Penyelesaian Kasus Djoko Tjandra Nihil Integrasi

Cah/J-1
12/7/2020 04:42
Penyelesaian Kasus Djoko Tjandra Nihil Integrasi
Buron kasus korupsi cessie Bank Bali Djoko Sugiarto Tjandra(MI/Soleh)

PARA pihak yang membantu dan melindungi buron cessie Bank Bali Djoko Tjandra mesti mempertanggungjawabkannya di muka hukum. Hal itu diungkapkan pengamat hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta Syaiful Bahri di Jakarta, kemarin.

“Dalam hukum acara pidana, menghalangi penyidikan dapat dihukum, termasuk membantu menyembunyikan tersangka,” katanya.

Menurut dia, para pihak yang membantu Djoko Tjandra melarikan diri dan bersembunyi selama ini memiliki konsekuensi hukum. Seluruhnya, tanpa memandang jabatan atau latar belakang apabila terbukti atas tuduhan itu bisa mendapatkan sanksi pidana. “Ketentuan ini berlaku untuk siapa saja,” tegasnya.

Ia juga mengatakan seluruh penegak hukum mesti lebih solid dalam upaya menemukan dan membawa Djoko Tjandra ke sel penjara. Terlebih, di tengah perkembangan teknologi 4.0 seperti saat ini, banyak alat yang dapat membantu pencarian Djoko Tjandra. “Keseriusan menjadi faktor utama. Di era modern dengan tekhnologi yang maju dengan mudah mengetahui para pelaku kejahatan yang melarikan diri,” pungkasnya.

Djoko Tjandra diketahui berpindah kewarganegaraan dari warga negara Indonesia (WNI) menjadi WN Papua Nugini selama buron. Joko Soegiarto Tjandra mendaftarkan upaya hukum PK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 8 Juni 2020.

Untuk mengajukan persyaratan PK, Djoko Tjandra melakukan perekaman data dan cetak KTP-E di Kantor Dinas Dukcapil Jakarta Selatan dengan alamat Jalan Simprug Golf I Nomor 89, Kelurahan Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

Menurut pakar hukum pidana Universitas Krisnadwipayana Indriyanto Seno Adji, hal ini membuktikan sistem penegakan hukum tidak bekerja dalam satu bingkai komando atau nihil integrasi.

“Mengenai pencarian yang belum membuahkan hasil atas Djoko Tjandra, catatan pertama adalah ini merupakan kelemahan sistem regulasi penegakan hukum yang tidak terintegrasi,” tegasnya.

Menurut dia sistem regulasi penegakan hukum, artinya regulasi penegakan hukum tidak terintegrasi dan tidak ter sinkronisasi. Akibatnya, terkesan stakeholder penegakan hukum seolah berjalan sendiri dan justru menimbulkan kelemahan sistem pengawasan terhadap masalah buron, seperti Djoko Tjandra.

Negara juga, kata dia, belum maksimal dalam penguatan perjanjian yang bersifat resiprokasi, seperti ekstradisi ataupun MLA in criminal matters. Dengan begitu, permasalahan DPO akan selalu menjadi kendala yang tidak solutif.

Djoko diketahui menjadi buron dan berada di luar negeri hingga Mei 2020. Namun, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengatakan pihak imigrasi tidak mendeteksi kedatangan Djoko Tjandra ke Tanah Air. (Cah/J-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya