Putusan Kasasi Sofyan Buruk bagi Pemberantasan Korupsi

Rif/X-8
18/6/2020 04:12
Putusan Kasasi Sofyan Buruk bagi Pemberantasan Korupsi
Mantan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir( ANTARA/ Sigid K/Medcom.id)

MAHKAMAH Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan jaksa penuntut umum KPK atas vonis bebas terhadap mantan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir dalam kasus korupsi proyek PLTU Mulut Tambang Riau-1. Putusan itu dinilai sebagai berita buruk bagi pemberantasan korupsi.

Dengan suara bulat, majelis hakim kasasi menilai putus an pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) yang membebaskan Sofyan tidak salah. “Permohonan kasasi penuntut umum ditolak.

Majelis hakim pengadilan tipikor sudah tepat dalam pertimbangan mengenai penerapan hukumnya bahwa terdakwa tidak terbukti terlibat membantu melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan,” ucap Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro di Jakarta, kemarin.

Majelis, imbuh dia, menilai alasan kasasi jaksa KPK sudah merupakan fak ta dan penilaian hasil pembuktian sehingga permohonan kasasi harus ditolak. “Atas dasar dan alasan tersebut, majelis hakim kasasi dengan suara bulat menyatakan permohonan kasasi penuntut umum harus ditolak.”

Dari situs MA diketahui hakim yang menangani perkara tersebut ialah Sofyan Sitompul, Krisna Harahap, Abdul Latief, Leopold Luhut Hutagalung, dan Suhadi. Sebelumnya, jaksa KPK menuntut Sofyan 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.

Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Oce Madril menilai putusan kasasi ter- hadap Sofyan berdampak negatif bagi pemberantasan korupsi di Indonesia.

“Kasus ini kan kasus yang menarik perhatian publik, juga bernilai strategis. Ketika diputus bebas di tingkat pertama dan kasasi, tentu ini menjadi berita buruk bagi pemberantasan korupsi,” ujarnya.

Dia pun meminta KPK melakukan eksaminasi. Meski tak akan memengaruhi putusan, eksaminasi penting untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan publik terkait dengan putusan tersebut.

KPK, tandas Oce, juga mesti belajar dari putusan kasasi MA sebab bisa jadi ada bukti yang lemah dalam penanganan perkara itu.

KPK belum bersikap karena belum menerima salinan putusan lengkap dari MA. “Namun, KPK tentu wajib menghormati putusan pengadilan. Meskipun dari sejumlah pihak lain yang diproses dalam kasus korupsi terkait PLTU Riau-1 ini semuanya divonis bersalah oleh pengadilan, KPK tetap hormati independensi peradilan,” ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri.

Ali Fikri menambahkan, dari awal proses penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan, KPK meyakini bukti-buktinya kuat. Hal itu bisa dilihat dari fakta-fakta hukum hasil persidangan perkara terdakwa Eni Maulani S, Johanes Budi S, dan Idrus Marham yang seluruhnya telah terbukti bersalah dan mempunyai kekuatan hukum tetap. (Rif/X-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya