Headline

Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.

Fokus

Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.

Tindakan Represif dalam Atasi Korona Tak Punya Dasar Hukum

Akhmad Mustain
06/4/2020 16:03
Tindakan Represif dalam Atasi Korona Tak Punya Dasar Hukum
Polisi membubarkan keramaian(ANTARA FOTO/Rahmad)

PENDEKATAN yang represif dan menggunakan pemidanaan tidak pernah terbukti berhasil menanggulangi persoalan kesehatan publik. Menggunakan hukum pidana untuk mengatur perilaku dan mencegah transmisi virus adalah langkah yang keliru.

Hal itu disampaikan oleh Peneliti ICJR Maidina yang mewakili koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari ICJR, YLBHI, PSHK, LBH Masyarakat, IJRS, Elsam, Kios Ojo Keos, Koalisi Warga untuk LaporCOVID-19, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Yayasan Perlindungan Insani Indonesia (YPII), PUSKAPA, LBH PERS, ICEL, KontraS, PBHI, SGRC, Arus Pelangi, LeIP, Institut Perempuan dan Rumah Cemara.

"Sebab hal itu rentan sewenang-wenang, dengan alasan yang abu-abu, dan diskriminatif," ujar Maidina lewat keterangan tertulisnya, hari ini.

Apalagi, lanjutnya, penangkapan terhadap 18 orang di jakarta pusat pada jumat (3/4) oleh Polda Metro Jaya tidak berdasar hukum. Menurutnya, apa yang dilakukan oleh pihak kepolisian dengan melakukan penangkapan adalah tindakan sewenang-wenang karena belum ada ketentuan pidana yang dapat diterapkan.

"Belum ada penetapan tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Benar bahwa Presiden telah menetapkan PP No 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease (Covid-19), namun PP tersebut tidak menetapkan bahwa pada wilayah di Indonesia diberlakukan PSBB,  Kepolisian harusnya memahami isi PP tersebut, bahwa PP tersebut hanya menjelaskan tata cara untuk menteri kesehatan menetapkan PSBB," tuturnya.

Baca juga: PSBB Belum Ada yang Disetujui Karena Tak Dilengkapi Rencana Aksi

Selain mengenai kesewenang-wenangan aparat, Koalisi masyarakat sipil juga juga mengungkapkan kekecewannya terhadap pemerintah yang lamban dalam menetapkan PSBB. Tidak ada kejelasan dan respon yang cepat dari pemerintah dalam upaya penanggulangan virus lewat physical distancing. PSBB digembar-gemborkan tanpa ada penetapan yang responsif dan jelas dari pemerintah.

"Pemerintah pusat tidak mau tetapkan karantina wilayah karena ada kewajiban pemenuhan kebutuhan dasar, lantas lempar bola kepada pemerintah daerah soal PSBB, namun PSBB tidak jelas menjamin kebutuhan dasar rakyat," ujarnya.

Menurutnya, ketidakjelasan ini malah menjadikan masyarakat sebagai korban. "Belum ada ketentuan pidana yang dapat diterapkan, tapi rakyat ditindak secara sewenang-wenang, termasuk rakyat yang terpaksa harus tetap keluar rumah untuk memenuhi kebutuhan dasarnya," tandasnya.(OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik