Headline
Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.
Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong pelaksanaan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di tingkat nasional maupun daerah untuk mengedepankan pencegahan rasuah dalam pelaksanaannya. Utamanya terkait pengadaan barang dan jasa (PBJ) yang mesti dilakukan secara efektif, transparan dan akuntabel.
"Mengingat saat ini salah satu kegiatan penting adalah pengadaan barang dan jasa dalam penanganan covid-19, seperti pengadaan alat pelindung diri (APD). Maka KPK dalam upaya pencegahan korupsi, monitoring dan koordinasi membantu Gugus Tugas Percepatan Penanganan covid-19 di tingkat nasional dan daerah terkait dengan pencegahan korupsi,'' kata Ketua KPK Firli Bahuri di Jakarta, Kamis (2/4).
Firli menjelaskan, hal ini menyesuaikan arahan presiden agar KPK turut mengawasi proses percepatan penanganan covid-19.
Pertama, KPK membentuk tim khusus untuk mengawal dan bekerja bersama Satgas di tingkat pusat dan daerah bersama stakeholders terkait.
Kedua, KPK menerbitkan Surat Edaran (SE) No 8 Tahun 2020 tentang Penggunaan Anggaran Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) terkait dengan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi. Firli mengatakan, SE tersebut ditujukan kepada Gugus Tugas di tingkat pusat dan daerah untuk memandu proses pengadaan barang dan jasa.
Menurut Firli, hal ini dirasa perlu untuk menghilangkan keraguan bagi pelaksana di lapangan tentang pidana korupsi yang berpotensi dapat dikenakan kepada pelaksana. Padahal kondisi saat ini dalam kategori darurat dan membutuhkan kecepatan dalam eksekusinya.
"Dalam SE disampaikan rambu-rambu pencegahan yang diharapkan dapat memberi kepastian bagi pelaksana pengadaan bahwa sepanjang unsur-unsur pidana korupsi tidak terjadi, maka proses PBJ tetap dapat dilaksanakan tanpa keraguan," ujar Firli.
Lembaga Antirasuah juga menekankan agar pelaksanaan PBJ selalu didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Utamanya aturan yang secara khusus dikeluarkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP).
Berdasarkan kajian yang pernah dilakukan maupun penanganan perkara, KPK mengidentifikasi sejumlah modus dan potensi korupsi dalam PBJ. Modus itu seperti persekongkolan atau kolusi dengan penyedia barang jasa, menerima kickback, penyuapan, gratifikasi, benturan kepentingan, perbuatan curang, berniat jahat memanfaatkan kondisi darurat, hingga membiarkan terjadinya tindak pidana.
"Kami juga mendorong keterlibatan aktif Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan pengawalan dan pendampingan terkait proses pelaksanaan PBJ dengan berkonsultasi kepada LKPP," ucap Firli. (OL-2)
Sementara itu, dia mengatakan bahwa KPK telah memanggil sejumlah pihak untuk dimintai keterangan atau informasi mengenai kuota haji khusus.
KPK mengonfirmasikan telah mengundang dan memanggil sejumlah pihak untuk dimintai keterangan dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi kuota haji khusus.
Para penyelidik dan penyidik baru diingatkan untuk menjaga kolaborasi antarsumber daya di KPK.
Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan pembahasan Revisi Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) akan dilanjutkan pada masa sidang berikutnya
Pria yang kerap disapa Eddy itu juga menepis anggapan bahwa klausul tersebut tidak berpihak pada pemberantasan korupsi.
Pemerintah dan DPR seharusnya melibatkan peran aktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam merumuskan RUU KUHAP
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved